Padahal, kata dia, seharusnya hasil survei sebuah lembaga hanya diumumkan kepada pihak yang membiayai.
"Memang tugas mereka framing bukan mencari fakta, dibayar untuk framing bukan untuk mencari fakta," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/3/2019).
"Kalau orang survei untuk mencari tahu apa yang terjadi di masyarakat, itu dia enggak diumumkan karena itu adalah untuk kepentingan pengambilan keputusan objektif klien," tambah dia.
Bahkan, kata dia, hasil survei sering digunakan untuk menyerang kelompok tertentu. Fahri merujuk kepada hasil survei LSI Denny JA yang menyebut pemilih Jokowi dari kelompok Front Pembela Islam (FPI) hanya berbeda tipis dengan Prabowo.
"Itu kan lucu, ya memang dibayarnya untuk framing," ujar Fahri.
Dalam satu pekan terakhir, beberapa lembaga survei mengeluarkan hasil surveinya. Survei LSI Denny JA menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 56,8 persen hingga 63,2 persen. Sementara elektabilitas pasangan Prabowo-Sandiaga sebesar 36,8 persen hingga 43,2 persen.
Kemudian survei yang dilakukan Indo Barometer pada 15-21 Maret 2019 menunjukkan selisih elektabilitas antara pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mencapai 18,8 persen.
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mencapai 50,8 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 32 persen. Sisanya ialah mereka yang masih merahasiakan pilihannya sebesar 17,2 persen.
Sementara itu, kembaga survei asal Australia, Roy Morgan, merilis tingkat elektabilitas capres petahana Jokowi sebesar 56,5 persen dan Prabowo 43,5 persen.
Adapun berdasarkan survei Indikator, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 55,4 persen dan Prabowo-Sandiaga 37,4 persen.
Menurut Fahri, saat ini peralihan suara banyak terjadi di kalangan bawah. Dia berpendapat lembaga survei tidak bisa mendapatkan gambaran atas dinamika yang ada akar rumput.
"Penduduk DKI saja dia enggak sanggup tangkap kok dinamikanya. Apalagi penduduk republik yang begini besar," ujar Fahri.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/04/11301381/fahri-hamzah-sebut-survei-jelang-pencoblosan-upaya-giring-opini-publik