Menurut Hanafi, BPN Prabowo-Sandiaga justru sedang memperkuat tingkat kepercayaan publik kepada KPU.
"Sama sekali jauh dari upaya-upaya deligitimasi, justru kita mau menguatkan legitimasi KPU supaya menjadi penyelenggara yang fair, jujur, dan adil," ujar Hanafi, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Hanafi mengatakan, data pemilih menjadi unsur paling penting dalam pemilu.
Kepastian soal tidak ada kecurangan atau manipulasi harus dimulai sejak data pemilih. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU memiliki kewajiban untuk memberikan kepastian itu.
Oleh karena itu, temuan BPN soal DPT tak wajar yang kemudian disampaikan ke KPU adalah hal wajar.
Hanafi menegaskan bahwa urusan DPT menjadi perhatian BPN Prabowo-Sandiaga.
"Kami berharap betul KPU bisa melakukan klarifikasi ini secara betul-betul terkait dengan DPT pilpres itu," kata dia.
Diberitakan, sejumlah petinggi BPN Prabowo-Sandiaga mendatangi kantor KPU, Senin siang.
Kehadiran mereka itu untuk mempertanyakan dugaan data tidak wajar dalam DPT Pemilu 2019.
Menurut hasil pencermatan tim IT BPN, ada sekitar 17,5 juta data pemilih yang diduga tak wajar.
Pencermatan dilakukan tim BPN berdasar DPT hasil perbaikan II (DPThp) yang dirilis KPU 15 Desember 2018.
"Kami temukan ya, ada yang enggak wajar itu 17,5 juta (data) itu, di antaranya bertanggal lahir 1 Juli (jumlahnya) 9,8 juta (pemilih). Ada yang lahir 31 Desember (jumlahnya) 3 juta sekian, yang lahir tanggal 1 bulan Januari (jumlahnya) 2,3 juta sekian. Ini yang kami anggap tidak wajar," kata Juru Kampanye BPN, Ahmad Riza Patria, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
"Karena menurut grafik yang lain-lain itu kurang lebih berkisar 400-500 ribu. Ini ada lompatan yang luar biasa sampai 10 kali, bahkan 20 kali," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/12/12312171/laporkan-dpt-tak-wajar-bpn-prabowo-sandiaga-sebut-untuk-perkuat-legitimasi