Robertus ditangkap pada Kamis (7/3/2019) dini hari karena kasus dugaan penghinaan terhadap institusi TNI.
Dedi mengatakan, penyidik sudah memiliki petunjuk berupa video utuh orasi Robertus yang mengandung dugaan penghinaan tersebut.
Selain itu, penyidik disebutkan telah meminta keterangan para ahli, baik pidana maupun bahasa.
"Petunjuk dijadikan penyelidikan oleh penyidik. Untuk menguatkan lagi, tambah lagi satu keterangan saksi ahli, cukup barang bukti," ujar Dedi seusai pemeriksaan Robertus di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis.
Langkah berikutnya, kata Dedi, aparat kepolisian mengadakan gelar perkara.
Hasil dari gelar perkara tersebut pun "mengantarkan" aparat untuk menjemput Robertus di kediamannya.
Robertus diduga melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
"Kemudian membuat konstruksi hukumnya dulu untuk Pasal 207 KUHP. Setelah itu dinyatakan cukup, dari hasil gelar perkara tersebut, maka dari penyidik Direktorat Siber tadi malam mengambil langkah penegakan hukum berupa mendatangi kediaman saudara R dan membawa saudara R ke kantor untuk dimintai keterangan," katanya.
Menurut keterangan Dedi, bukti tersebut bertambah dengan pengakuan Robertus bahwa dia yang melontarkan orasi tersebut.
"Yang bersangkutan sudah mengakui betul tadi seperti apa yang disampaikan secara verbal, secara narasi yang disampaikan pada saat demo hari Kamis kemarin, Kamisan, itu adalah dia yang menyampaikan," katanya.
Oleh karena itu, polisi menyatakan bahwa Robertus diduga melanggar hukum, khususnya Pasal 207 KUHP.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, aktivis HAM tersebut tidak ditahan. Hal itu karena ancaman hukuman maksimal pasal tersebut adalah 1,5 tahun.
Robertus Robet sebelumnya ditangkap karena diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Sementara itu, melalui sebuah video, Robet telah memberikan klarifikasi atas orasinya itu.
Pertama, Robet menegaskan bahwa lagu itu bukan dibuat oleh dirinya, melainkan lagu yang populer di kalangan gerakan mahasiswa pada 1998.
Lagu itu dimaksudkan sebagai kritik yang ia lontarkan terhadap ABRI di masa lampau, bukan TNI di masa kini.
Ia juga mengatakan, lagu itu tidak dimaksudkan untuk menghina profesi dan institusi TNI.
"Sebagai dosen saya tahu persis upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI dan dalam banyak kesempatan saya justru memuji reformasi TNI sebagai reformasi yang berjalan paling maju," ujar Robet.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/07452171/menurut-polri-ini-bukti-yang-seret-aktivis-ham-robertus-robet-jadi-tersangka