Undang-undang hanya mengatur pencetakan surat suara untuk pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah 2 persen surat suara cadangan yang dihitung dari DPT per TPS.
Surat suara cadangan itu dialokasikan untuk surat suara yang rusak.
"Untuk DPTb yang ini tidak ada surat suaranya. Yang KPU perlukan adalah surat suara dicetak berdasarkan DPT, DPTb, dan dua persen dari DPT. Dua persen kan lain cadangan, untuk keliru coblos, rusak, itu diganti," kata Viryan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/2/2019).
Viryan mengatakan, KPU perlu instrumen hukum yang mengatur pencetakan surat suara khusus bagi pemilih DPTb.
"KPU butuh dasar bahwa pemilih DPTb bisa disiapkan surat suaranya sendiri," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) terancam tak bisa gunakan hak pilihnya.
Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.
KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke DPTb.
Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari DPT per TPS.
Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/22/16412691/undang-undang-pemilu-belum-mengatur-surat-suara-pemilih-tambahan