Salin Artikel

Menagih Utang Polri Ungkap Kasus Kekerasan terhadap Jajaran KPK

Mereka pun menyerahkan penanganan kasus teror dan kekerasan ini ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jajaran KPK pun selalu berharap agar Polri bisa mengungkap secara jelas dan terang para aktor yang terlibat dalam berbagai rangkaian serangan ke KPK.

Namun, ada sejumlah kasus yang masih belum menemui titik terang hingga saat ini dan ada pula yang baru diproses. Berikut ini adalah tiga kasus serangan terhadap jajaran KPK yang diketahui terjadi dalam kurun waktu 2017-2019.

Serangan air keras ke Novel Baswedan

Tanggal 11 April 2017, seusai melaksanakan shalat subuh di masjid tak jauh dari rumahnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya.

Dalam perkembangannya, Polri membentuk tim gabungan penanganan kasus Novel. Tim ini terdiri dari pihak kepolisian, KPK dan pakar.

Novel sendiri tak berharap terlalu besar terhadap tim gabungan yang dibentuk Polri untuk mengusut kasusnya.

"Oke lah ini baru dibentuk, kita akan menilai apakah tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya adalah bisa enggak ini diungkap dengan benar," kata Novel seusai menghadiri acara Mari Bergerak #SAVEKPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Novel beralasan, upaya kepolisian sebelumnya dalam mengusut kasusnya juga belum maksimal. Jika tim gabungan ini hanya sekadar formalitas, akan menimbulkan kesan pemerintah tak peka dalam melindungi KPK dan seluruh jajarannya.

Novel menegaskan, persoalan teror terhadap pegawai dan pimpinan KPK bukan merupakan hal remeh.

"Serangan yang diterima orang-orang itu, orang-orang yang berjuang memberantas korupsi, haruslah dilihat sebagai kejahatan berat dan kejahatan serius," kata Novel.

Ia juga ingin tim gabungan bisa membongkar semua peristiwa teror yang dialami jajaran KPK.

Teror rumah dua pimpinan

Dua rumah pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif mendapatkan teror bom pada hari yang sama, Rabu (9/1/2019).

Rumah Agus yang berada di salah satu perumahan di kawasan Jatiasih, Bekasi mendapat teror berupa benda mirip bom paralon yang disangkutkan ke pagar rumah pada pukul 05.30 WIB.

Polisi bergegas melakukan penyelidikan dengan membentuk tim yang dipimpin Kepala Densus 88, inafis dan Puslabfor. KPK juga menerjunkan tim khusus untuk berkoordinasi dengan tim kepolisian.

Belasan saksi telah diperiksa oleh tim kepolisian. Penyidik juga telah menyita barang bukti untuk penanganan perkara.

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, ada petunjuk menarik yang ditemukan polisi dalam menyelidiki teror terhadap dua pimpinan KPK itu. Namun, Tito masih enggan mengungkapkannya.

"Kita berdoa semoga bisa cepat terungkap. Ada beberapa petunjuk yang menarik," kata Tito.

Penganiayaan dua penyelidik

Hari Minggu (3/2/2019) dini hari, dua penyelidik KPK diduga dianiaya oleh sejumlah orang di Hotel Borobudur, Jakarta. Mereka sedang menjalankan tugas resmi dari pimpinan KPK untuk mengecek laporan masyarakat terkait indikasi tindak pidana korupsi.

Sebelum serangan terjadi, sedang ada rapat pembahasan hasil review Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait RAPBD Papua Tahun Anggaran 2019. Pembahasan dilakukan antara pihak pemerintah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Kedua penyelidik KPK tersebut menyampaikan bahwa mereka ditugaskan secara resmi oleh pimpinan KPK. Namun, penganiayaan dan pemukulan tetap dilakukan terhadap keduanya.

"Ada pengeroyokan gitu ya karena ada cukup banyak orang waktu itu yang melakukan penyerangan dan penganiayaan terhadap pegawai KPK yang menjalankan tugasnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Atas peristiwa tersebut, KPK menjemput kedua penyelidiknya ke Polda Metro Jaya. Pelaporan dugaan penganiayaan dilakukan pada Minggu sore.

Penyelidik KPK tersebut dirawat di rumah sakit dan menjalani visum. Salah satunya ada yang sudah dioperasi karena hidungnya retak. Di sisi lain, kepolisian sudah meningkatkan status perkara ini ke penyidikan.

KPK yakin peningkatan status perkara ini menunjukkan dugaan penganiayaan ini memang terjadi dan membantah klaim pihak tertentu yang menyebutkan dugaan penganiayaan itu tak terjadi.

Keseriusan Polri diperlukan

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengingatkan, rangkaian kasus serangan terhadap jajaran KPK harus disikapi secara serius oleh jajaran Polri selaku penegak hukum.

"Siapa pun pelakunya itu harus diproses hukum. Apalagi ini dilakukan terhadap institusi penegak hukum, KPK dalam hal ini, yang sedang melakukan tugas, dan itu juga menjadi bagian serangan terhadap negara," kata Oce kepada Kompas.com, Kamis (7/2/2019).

Ia menekankan, pentingnya Polri menjadikan rangkaian kasus seperti ini sebagai prioritas. Oce khawatir, apabila rangkaian kasus serangan ke jajaran KPK tak dituntaskan maksimal, akan mendorong potensi terjadinya serangan-serangan lain.

Oce menilai para terduga pelaku penyerangan perlu segera ditemukan dan ditindak secara tegas oleh kepolisian. Hal ini sebagai bentuk penegasan agar siapa pun tak lagi mencoba menyerang jajaran KPK.

"Harus diusut pelakunya, pelakunya harus ditangkap, supaya memberikan kesan tegas juga kepada para pelaku, bahwa pelanggaran hukum yang mereka lakukan adalah pelanggaran hukum serius," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun.

Kepolisian dinilainya harus bekerja maksimal dalam menangani rangkaian kasus serangan terhadap jajaran KPK.

"Kalau misal perkara seperti ini tidak selesai enggak ada penuntasannya, maka ke depan, ini menjadi semacam bahaya buat KPK juga. Artinya kalau ada pihak-pihak tertentu yang sedang diproses misalnya menghadapi KPK di proses penyelidikan atau penyidikan ya enggak ada masalah tuh menyerang KPK nanti," kata Tama kepada Kompas.com

Untuk jawab kecurigaan

Tama juga mengakui bahwa penuntasan kasus serangan terhadap jajaran KPK yang sudah berjalan lama dan belum menemui titik terang, bisa menimbulkan kecurigaan tersendiri di kalangan publik.

Polri harus memaksimalkan sinergitas dengan KPK dan pihak terkait lainnya.

Sebab, hal itu untuk menepis kecurigaan publik terhadap kinerja Polri.

"Ini kan sebetulnya untuk membantah kecurigaan tadi, ketika ada tim gabungan apa pun namanya berarti sebetulnya kan ada perwakilan dari pihak lain. Dari kepolisian ini kan harus bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang positif, sehingga kecurigaan itu bisa terjawab," kata dia.

Tama juga menekankan, perkembangan penanganan kasus serangan terhadap jajaran KPK juga harus diungkap secara transparan.

"Misalnya, kalau belum cukup bukti tunjukkan pada bagian mananya, perkaranya belum lengkap itu pada bagian mananya? Sehingga akuntabilitas dalam penanganan perkaranya tidak dicurigai pihak lain lah," kata dia.

"Tunggu Saja"

Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono meminta masyarakat bersabar dan menunggu. Polri, kata dia, masih berupaya untuk mengungkap seluruh kasus yang menimpa penyidik, pimpinan, dan penyelidik KPK. 

"Semua masih dalam proses penyidikan. Polri berusaha keras untuk mengungkap semua kasus itu, semua masih dalam proses penyidikan. Tunggu saja, nanti akan kita ungkap," kata Syahar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/2/2019). 

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/08/09252061/menagih-utang-polri-ungkap-kasus-kekerasan-terhadap-jajaran-kpk

Terkini Lainnya

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke