Ia mencontohkan pembangunan proyek mass rapid transit (MRT) DKI Jakarta. Ketika menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, ia pernah mendapatkan pemaparan mengenai pembangunan MRT yang rancangannya sudah ada sejak 26 tahun lalu.
"Kemudian saya tanya, kenapa sih ini tidak dibangun-bangun sejak 26 tahun lalu? Ternyata semua itu karena perhitungannya untung rugi, perhitungannya ekonomi," ujar Jokowi saat berpidato di acara deklarasi dukungan dari Alumni Pangudi Luhur Bersatu di Energy Building, kawasan SCBD Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Jokowi kemudian bertanya, berapa kerugian yang harus ditanggung apabila MRT tetap dibangun. Jawabannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mensubsidi Rp 3 triliun per tahun.
Diketahui, jumlah APBD DKI Jakarta ketika Jokowi masih menjabat gubernur DKI Jakarta yakni sebesar sekitar Rp 73 triliun. Namun, Jokowi tidak mau mengutak-utik formasi APBD.
Ia pun memutar otak, bagaimana cara untuk menutupi kerugian itu tanpa harus mengutak-atik di APBD. Rupanya ada jalan.
"Saya tanya lagi, bisa enggak kita dapat income dari tempat lain? Jawabannya, bisa, yaitu dari ERP (electronic road pricing). Untungnya Rp 4 triliun. Sejak saat itu, saya langsung putuskan, oke, (MRT) saya putuskan jalan besok," kata Jokowi.
"Apa yang ada di pikiran saya saat itu? Ini merupakan keputusan politik, bukan untung rugi atau ekonomi. Ini adalah keputusan dengan segala risiko. Harusnya kan perhitungannya negara," lanjut dia.
Jokowi menegaskan, perhitungan di dalam mengelola negara tidak bisa didasarkan pada untung dan rugi semata. Apabila demikian, Jokowi meyakini, sampai kapan pun infrastruktur di Tanah Air tidak akan segera dibangun.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/06/22494581/jokowi-ungkap-mengapa-pembangunan-infrastruktur-di-indonesia-lambat