Hal itu jauh berbeda dengan sikap dan citra Jokowi yang selama ini dikenal sebagai orang sabar.
Menurut Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memang sudah saatnya Jokowi tampil menyerang, tidak hanya diam menerima semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Sementara, menurut pasangannya, Ma’ruf Amin, Jokowi bukanlah menyerang. Jokowi hanya memberi klarifikasi atas isu-isu yang mengarah padanya.
"Itu bukan mengkritik, tetapi mengklarifikasi. Artinya menjernihkan, mungkin istilahnya yang beda," kata Ma'ruf Amin.
Beberapa sikap agresif Jokowi terlihat dalam beberapa kesempatan. Misalnya, saat Jokowi menyindir perihal Ratna Sarumpaet dalam debat pertama Pilpres 2019 pada Januari lalu.
Jokowi juga pernah menyinggung pesimisme sang lawan yang sebut Indonesia akan bubar dan punah. Tak ketinggalan, isu selang cuci darah di RSCM yang disebut Prabowo digunakan lebih dari sekali juga diungkit oleh Jokowi dalam kesempatan yang lain.
Terakhir, Jokowi juga menyindir kubu Prabowo gunakan taktik propaganda Rusia karena dinilai banyak menggunakan taktik kebohongan.
Putus asa
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyebut gaya agresif yang kerap ditampilkan Presiden dan calon petahana, Joko Widodo, akhir-akhir ini menunjukkan keputusasaan, karena tidak bisa menaikkan elektabilitasnya.
"Sudah desperate mungkin karena elektabilitasnya enggak naik-naik. Jadi dengan segala cara untuk menaikkan elektabilitasnya itu,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan Senin (4/2/2019).
Padahal, menurut Wakil Ketua DPR RI itu, biasanya petahana akan bermain tenang dan fokus memaparkan capaian-capaian kerjanya selama ini.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ahmad Riza Patria.
Menurut Riza, sifat agresif yang ditunjukkan Jokowi akhir-akhir ini merupakan wujud kekhawatiran terhadap elektabilitas yang tak kunjung meningkat.
"Saran saya selesaikan tugas dengan baik. Jadilah pemimpin yang amanah, yang bertanggung jawab, jangan banyak janji lebih baik buktikan. Tidak usah menyalahkan orang lain, nyindir-nyindir dan sebagainya,” kata Riza di Senayan, Senin (4/2/2019).
Bantahan
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Erick Thohir, membantah pihaknya panik setelah sejumlah survei politik memperlihatkan selisih perolehan suara dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno semakin menipis.
"Intinya, kalau dikatakan Jokowi panik karena survei, jawabannya tidak," kata Erick Thohir, dalam rilis pers, Rabu (6/2/2019) sebagaimana dikutip oleh Antara.
Menurut Erick, yang harus dijadikan patokan adalah hasil survei dari lembaga yang berasosiasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan lembaga-lembaga di luar itu.
"Kita harus lihat track record. Kita harus berkaca pada lembaga survei yang asosiasinya masuk ke KPU. Jadi lembaga survei yang diakui KPU itu memberi data kedua paslon itu bedanya masih 20 persen," ujar Erick.
Lembaga Media Survei Nasional (Median) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menyatakan selisih suara kedua paslon terpaut 15 persen-18 persen setelah debat pertama. Pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul dalam kedua survei tersebut.
"Jika dihitung rata-rata selisih elektabilitas kedua pasangan calon, masih di angka 15-18 persen. Semuanya dengan kemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin. Sehingga aneh bila disebut Jokowi-Ma'ruf panik. Yang terjadi seharusnya adalah sebaliknya," ujar Erick.
Meskipun selisih yang ada terlihat menyusut, dibanding sebelumnya yang ada di angka sekitar 20 persen.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/06/16340851/jokowi-kian-agresif-tuduhan-panik-oposisi-dan-bantahan-timses