Kata dia, hal ini juga disetujui oleh semua perwakilan fraksi sewaktu masih dalam rapat pembahasan di Komisi I.
"Dalam pernyataan-pernyataan fraksi, semua punya kecenderungan yang mengambil kesepakatan bersama di komisi I. Artinya itu bukan sikap satu atau dua fraksi saja tapi kesepakatan Komisi I bahwa memang untuk saat ini, inilah bentuk terbaik dari UU ITE," ujar Meutya di Kompleks Parlemen, Kamis (31/1/2019).
Hal ini dia sampaikan ketika ditanya mengenai UU ITE yang sudah banyak menelan "korban".
Dalam revisi UU ITE yang terakhir, kata Meutya, dinamikanya sudah luar biasa. Beberapa poin yang saat ini sering menjadi persoalan seperti soal SARA, pencemaran nama baik, dan pornografi di media elektronik sudah dibahas mendalam.
"Ketiga hal ini memang sudah bolak balik dibahas dalam rapat revisi sebelumnya," kata dia.
Jika undang-undang ini direvisi kembali, Meutya berpendapat, perdebatannya tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya.
Kendati demikian, dia menegaskan, sebenarnya sebuah UU sangat bisa untuk direvisi kembali.
Alih-alih direvisi, dia menilai lebih baik dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah khususnya terhadap pasal-pasal yang selama ini disebut pasal karet.
"Misalnya pencemaran nama baik itu mencakup apa saja. Saya rasa tidak perlu sampai mengubah UU-nya tetapi bisa diturunkan melalui PP," ujar Meutya.
"Jadi penjelasan mengenai pasal pasal supaya tidak dianggap pasal karet itu bisa dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah," tambah dia.
Meutya berpendapat UU ITE masih tetap dibutuhkan di Indonesia. Apalagi, di tengah banyaknya isu-isu yang berkaitan dengan pencemaran nama baik di internet, tanpa UU ITE, dikhawatirkan akan semakin masif.
"Dengan UU ITE saja kita lihat masih banyak sekali isu SARA di internet, isu-isu yang terkait pencemaran nama baik, dan juga asusila. Apalagi kalau tidak ada," kata Meutya.
Adapun sejak disahkan, UU ITE telah menuai kontroversi. Ini disebabkan UU ITE terlalu lentur sehingga sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengkriminalisasi pihak lain.
Sejauh ini, beberapa nama sudah pernah tersandung UU ITE, bahkan hingga dibui, hanya karena menyampaikan pendapatnya di media elektronik.
Sebut saja Prita Mulyasari, Buni Yani, Nazriel Irham, Baiq Nuril Maknun, Muhammad Arsyad, Ratna Sarumpaet, dan terakhir Ahmad Dhani.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/31/18542731/meutya-hafid-uu-ite-saat-ini-adalah-versi-yang-terbaik