Syarat setia pada Pancasila wajib dipenuhi oleh seluruh narapidana kasus terorisme yang mengajukan pembebasan bersyarat.
"Kalau dia berpendapat, bersilat lidah bahwa itu enggak bisa diterapkan, bagaimana enggak bisa diterapkan?," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Arsul mengatakan, pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme dan kasus kejahatan luar biasa lainnya sudah pernah terjadi. Semuanya mensyaratkan ikrar kesetiaan pada Pancasila secara tertulis.
Ia mencontohkan kasus mantan Menteri Panglima Angkatan Udara Omar Dani. Omar diadili dalam Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa karena dituduh terlibat peristiwa G30S.
Arsul juga mencontohkan kasus Andi Mappetahan Fatwa. Pada 1985, AM Fatwa dituduh melakukan upaya subversi berupa memutar balikkan, merongrong, dan menyelewengkan ideologi Pancasila atau haluan negara, merusak dan merongrong kewibawaan pemerintah yang sah, atau menyebarkan rasa perpecahan dan permusuhan di kalangan masyarakat.
Fatwa divonis 18 tahun penjara namun kemudian mendapat amnesti.
"Sudahlah jangan bersilat lidah pakai seperti itu. kalau mau seperti itu kembali ke kasusnya Omar Dani, kasusnya Pak Fatwa, semua melakukan itu," kata Arsul.
"Cuma bentuknya kan lain-lain, tapi intinya adalah ekspresi secara tertulis, komitmen kesetiaan terhadap NKRI," tutur dia.
Saat bertemu Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Rabu (23/1/2019), Mehendradatta menuturkan bahwa syarat menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis tidak dapat diterapkan dalam konteks pembebasan Ba'asyir.
Syarat itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Menurut dia PP tersebut terbit pada November 2012. Sementara kasus Ba'asyir inkrah dan resmi mendekam di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat pada Februari 2012.
Artinya aturan dalam PP itu tidak dapat diterapkan karena terbit setelah majelis hakim memvonis Ba'asyir.
Kendati demikian pendapat tersebut dibantah oleh Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar. Ia membantah argumen Mahendradatta yang menyatakan syarat tersebut tidak dapat diterapkan karena sistem hukum di Indonesia berlaku asas non-retroaktif atau tidak berlaku surut.
Fickar menegaskan bahwa syarat khusus yang diatur dalam PP berlaku terhadap semua narapidana.
Syarat tersebut bukan merupakan hukum materiil, melainkan hukum formil.
Sementara, asas non-retroaktif hanya berlaku terhadap hukum materiil atau aturan yang dapat mengubah isi putusan dan jumlah hukuman.
Dengan demikian, PP tetap berlalu meski terbit setelah kasus Ba'asyir dinyatakan inkracht atau memiliki kekutan hukum tetap.
"Asas non-retroaktif tidak berlaku karena ini bukan hukum materiil yang mengubah isi putusan atau jumlah hukuman," kata Fickar.
"Lagi pula pembebasan bersyarat itu juga termasuk pembinaan napi di luar Lapas, karena itu tetap ada pengawasannya dan ada masa percobaan. Kalau melanggar syarat pada masa percobaan, pembebasan bersyarat bisa dicabut," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/24/18380971/pengacara-baasyir-diminta-tak-berkelit-soal-syarat-setia-pada-nkri