Koordinator Perempuan Pekerja sekaligus aktivis dari Perempuan Mahardhika Mutiatra Ika Pratiwi menuturkan, intoleransi menjadi ancaman nyata atas ruang demokrasi bagi perempuan, terutama di lingkungan pekerjaan.
“Upaya-upaya dia (perempuan) untuk bisa berekpresi atau bekerja, dan hak-hak aktif semakin diserang. Bahkan ketika menjadi korban kekerasan cenderung disalahkan kembali, disudutkan itu bentuk-bentuk represi intoleransi yang kita maksut,” ujar Mutiara di Kantor LBH Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Mutiara menilai, iklim demokrasi yang sepatutnya menjamin kemerdekaan dalam ruang publik dan ruang personal saat ini terancam oleh politik intoleransi.
Menurut Mutiara, politik intoleransi yang dimaksud berupa serangan terhadap martabat, kebebasan, ekspresi dan kemerdekaan perempuan.
“Kami sebagai perempuan pekerja meyakini serikat atau organisasi adalah kekuatan bagi perempuan untuk melakukan perubahan sosial,” kata Mutiara.
Menurut Mutiara, negara belum hadir dalam menjamin kebebasan berorganisasi perempuan dalam sektor pekerjaan.
Ia memandang, sektor-sektor pekerjaan yang mayoritas mempekerjakan perempuan, seperti di bidang garmen, alas kaki, sektor informal, pekerja rumah tangga, buruh rumahan, justru menjadi sektor yang paling rentan dilakukan pemberangusan serikat buruh.
“Minimnya perlindungan negara terhadap berorganisasi. Saat ini melihat perempuan sedang dihimpit dua hal, satu yang bersifat represif menyerang secara langsung ke perempuannya,” kata Mutiara.
“Kedua, adalah dari perempuan pekerja melihat minimnya perlindungan atau jaminan kebebasan berserikat,” kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/22/18203591/perempuan-pekerja-sebut-intoleransi-jadi-ancaman-nyata-bagi-perempuan