Hal itu dikatakan Direktur Deteksi Ancaman BSSN Sulistyo dalam seminar bertajuk "Diseminasi Deteksi Ancaman Siber 2018" di Hotel Aston, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
"Untuk serangan berbentuk hack nantinya akan melakukan proses peretasan terhadap infrastruktur penghitungan suara," kata Sulistyo.
Sementara, serangan leak adalah upaya suatu pihak untuk membocorkan informasi. Biasanya, serangan ini berasal dari penyelenggara pemilu ataupun pesaing peserta pemilu.
Ada pun, serangan amplify merupakan serangan yang bertujuan memviralkan sejumlah data pribadi salah satu peserta pemilu.
"Amplify berhubungan dengan informasi pribadi milik pesaing atau kompetitor, lalu diviralkan dan menjadi kampanye hitam. Kasus seperti ini yang sering terjadi di Indonesia," ujar dia.
Sulistyo menambahkan, selain tiga model serangan tersebut, yang perlu diwaspadai adalah serangan melalui alamat protokol internet (IP Address) anonim yang dioperasikan bisa dari Indonesia atau negara lain.
"Artinya, bisa jadi IP Address-nya dari luar negeri, tapi belum tentu dari sana. Bisa saja itu IP yang dioperasikan melalui satu negara," kata Sulistyo.
BSSN juga mengamati sejumlah pemilu di negara lain sebagai cara melihat pola dan statistik serangan, seperti Brexit di Inggris dan Pilpres 2016 di Amerika Serikat.
"Dari situ akan terlihat deteksi ancaman yang akan terjadi di Indonesia. Empat puluh persen serangan yang masuk itu bentuknya malware. Jadi bisa virus, trojan, bot, dan terakhir ransomware," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/12/15343591/bssn-prediksi-tiga-potensi-serangan-siber-di-pemilu-2019