Salin Artikel

Menyikapi Ruang Abu-abu dalam Kampanye Pemilu

Evaluasi tersebut salah satunya adalah pada hal ketidakjelasan aturan yang masih dipandang bias, boleh atau tidak untuk dilakukan.

Beberapa hal yang dianggap bias tersebut bisa menjadi celah untuk peserta pemilu melakukan banyak hal yang tidak diatur dalam aturan perundang-undangan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sudah mengeluarkan tiga kali peraturan KPU (PKPU) mengenai tahapan kampanye, yaitu PKPU Nomor 23, 28, dan 33 Tahun 2018. Belum lagi surat edaran yang juga dikeluarkan secara bersamaan oleh KPU.

Namun, masih ada banyak ruang abu-abu yang ditemukan di lapangan, misalnya menyangkut pemasangan alat peraga kampanye caleg per caleg.

Pada aturan PKPU, yang masuk dalam kategori peserta pemilu adalah partai politik, perseorangan untuk pemilu anggota DPD dan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sementara, untuk masing–masing caleg tak tercantum dalam aturan.

Dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1096 poin 12 huruf (e), disebutkan bahwa peserta pemilu dapat menambah alat peraga kampanye yang sama dengan desain dan materi yang difasilitasi KPU atau yang baru dengan memuat foto caleg di daerah pemilihan yang bersangkutan.

Akan tetapi, hingga saat ini alat peraga yang difasilitasi oleh KPU belum juga keluar dengan berbagai alasan, di antaranya partai politik yang belum menyerahkan desain kepada KPU.

Ini artinya, alat peraga yang bertebaran hari ini merupakan penambahan dari partai politik. Sudahkah dilaporkan berapa jumlah penambahannya kepada KPU? Apakah sesuai dengan aturan penambahan dalam aturan?

Sampai kapan pula KPU menunggu desain dari parpol yang juga tidak kunjung selesai? Sehingga, wajar ketika di suatu daerah ada penertiban alat peraga, sementara di daerah lain belum ada penertiban.

Ini bisa terjadi karena di tubuh penyelenggara pemilu sendiri belum satu persepsi.

Hal lain yang juga dianggap bias adalah soal materi lain yang disebutkan dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 280 ayat 1 UU tersebut menyatakan, "Dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye."

Dalam lampiran UU Pasal 286, materi lain yang dimaksud tidak termasuk barang-barang pemberian yang merupakan atribut kampanye pemilu, antara lain kaus, bendera, topi, dan atribut lain.

Juga tidak termasuk biaya/uang makan dan minum peserta kampanye, biaya/uang transport peserta kampanye, biaya/uang pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau tatap muka dan dialog, serta hadiah lain sesuai dengan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan PKPU.

Ini berarti peserta pemilu boleh memberikan biaya transpor, makan, dan minum dalam bentuk uang sesuai dengan nilai kewajaran suatu daerah. Akan tetapi, dalam lampiran PKPU tidak tercantum berapa nilai kewajaran di masing-masing daerah. Ini juga yang membuat agak sulit untuk membedakan mana cost politik dan money politic.

Peran KPU, Bawaslu, dan peserta pemilu

Atas beberapa hal yang dianggap bias tersebut, KPU dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pemilu tentu memiliki peran cukup signifikan untuk menjawab berbagai hal persoalan yang masih dianggap bias.

Terlebih KPU, yang memiliki otoritas penuh atas pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan karena Bawaslu hanya melakukan pengawasan tahapan yang tercantum dalam aturan.

Menyikapi ruang abu-abu dalam tahapan kampanye tersebut, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan berikut ini.

Pertama, KPU sebagai otoritas utama dalam menjalankan tugasnya sebagai pelaksana pemilu harus secara tegas memberikan kepastian dan kejelasan menyangkut hal-hal aturan yang masih dianggap bias. Tujuannya menyamakan persepsi dengan seluruh komponen atas tafsir-tafsir yang ambigu.

Penjelasan tersebut sebaiknya bisa disampaikan secara tertulis melalui surat edaran, agar memiliki landasan hukum yang jelas dan kuat. KPU juga perlu segera mengeluarkan alat peraga kampanye yang difasilitasinya.

Apabila memang partai politik belum juga menyerahkan desain alat peraga, alangkah baiknya KPU memiliki desain alternatif. Jika sampai batas waktu yang sudah disepakati partai politik belum juga menyerahkan desain, mau tidak mau KPU mencetak dengan menggunakan desain alternatif sebagai konsekuensi terhadap parpol atas keterlambatannya.

Kedua, Bawaslu terus melakukan pengawasan ektra ketat kepada peserta pemilu. Lakukan pencegahan atas aturan yang masih dianggap bias, agar partai politik tidak melakukan pelanggaran dan memanfaatkan celah yang ada.

Apabila ada temuan pemasangan alat peraga kampanye yang tidak sesuai dengan aturan atau bentuk pelanggaran lain dalam kampanye seperti tidak menyampaikan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) ketika hendak berkampanye, segeralah lakukan penindakan.

Ketiga, peserta pemilu baik partai politik, DPD, dan tim kampanye capres-cawapres diharapkan tetap berada dalam koridor aturan perundang-undangan.

Para caleg partai politik juga sebaiknya terus berkoordinasi di internal partai politik sebab fakta di lapangan memperlihatkan bahwa tidak sedikit caleg yang memasang alat peraga atau berkampanye tanpa pemberitahuan kepada pihak partai politik. Padahal jelas, hal itu harus diberitahukan kepada KPU dan Bawaslu oleh partai politik.

https://nasional.kompas.com/read/2018/11/07/18415321/menyikapi-ruang-abu-abu-dalam-kampanye-pemilu

Terkini Lainnya

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke