Hal itu disampaikan Hasto saat ditanyai soal kunjungan Ma'ruf ke pesantren padahal ada larangan berkampanye di lembaga pendidikan, salah satunya pesantren.
"Ya namanya kiai. Kalau kita lihat aturan itu harus melihat relevansinya di situ seperti dulu kita lihat penggunaan tempat-tempat ibadah banyak disalahgunakan, tidak diambil tindakan tegas. Jadi membuat aturan itu harus sesuai bagaiamana aturan dalam praktek," kata Hasto saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Ia menambahkan sepanjang kunjungan Ma'ruf ke pesantren tidak memenuhi unsur kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara maka hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan.
Ia pun menjamin kunjungan Ma'ruf ke pesantren tidak memenuhi unsur kampanye, tidak menggunakan fasilitas negara, dan tidak melakukan politik uang.
"Sebaiknya kita sama-sama memahami yang penting tidak gunakan fasilitas negara, tidak melakukan money politic. Ini esensinya. Tapi ketika seseorang datang dalam komunitas rakyat di situ ya itu seharusnya ruang yang kita ini sama-sama dewasa menetukan boleh atau tidak," lanjut dia.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menegaskan larangan kampanye di lembaga pendidikan bagi seluruh peserta Pemilu 2019.
Selain di lembaga pendidikan, ia juga mengingatkan bahwa kampanye tak boleh dilakukan di tempat ibadah.
"Selama masa kampanye, tidak boleh kampanye dilakukan di tempat ibadah juga di lembaga pendidikan," kata Wahyu saat dikonfirmasi, Selasa (9/10/2018).
Lembaga pendidika bisa berupa lembaga pendidikan formal maupun nonformal.
Dalam hal ini, pesantren juga termasuk sebagai lembaga pendidikan yang tidak boleh digunakan sebagai tempat kampanye.
"Iya, pesantren termasuk. Dalam aturan itu lembaga pendidikan termasuk formal dan nonformal," terang Wahyu.
Imbauan itu disampaikan kembali oleh KPU untuk mengingatkan peserta pemilu agar tidak melakukan pelanggaran, mengingat banyaknya aktivitas yang mereka lakukan di sejumlah lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal.
Selain lembaga pendidikan dan tempat ibadah, kampanye juga dilarang dilakukan di fasilitas pemerintahan.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".
Wahyu mengatakan, saat ini metode kampanye yang sudah boleh dilakukan berupa rapat tertutup, seperti pertemuan terbatas, forum-forum kecil yang dilaksanakan dalam ruangan, atau blusukan tatap muka.
Sementara, metode kampanye rapat umum alias di tempat terbuka, baru boleh dilakukan 21 hari menjelang masa akhir kampanye, yaitu 24 Maret-13 April 2019.
"Pertemuan tatap muka boleh saja, saat ini memang saat berkampanye. Yang enggak boleh kampanye rapat umum," ujar Wahyu.
Pelaksanaan tahapan kampanye, baik tempatnya maupun metodenya, diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Jika ditemukan pelanggaran, Bawaslu akan menindak peserta pemilu tersebut.
"Kegiatan itu dinilai pelanggaran atau tidak, itu ranah Bawaslu. Kalau selaras PKPU berati benar. Tapi kalau tidak selaras berati melanggar," kata Wahyu.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/10/17295281/timses-jokowi-minta-larangan-kampanye-di-pesantren-ditinjau-ulang