"Inilah perlunya yang namanya pengamanan alat-alat yang sangat berguna untuk mendeteksi baik gempa, baik tsunami, sehingga kita juga memerlukan kesadaran bersama masyarakat, kita semua agar alat-alat seperti itu tidak dirusak atau tidak diambil karena alat ini sangat berguna sekali," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Jokowi mengaku sudah memerintahkan agar alat deteksi tsunami yang rusak segera diperbaiki. Sementara yang hilang bisa dipasang kembali. Ia juga meminta alat tersebut selalu diawasi agar tak lagi dirusak oleh masyarakat.
"Saya perintahkan agar alat ini diperbaiki kemudian diawasi dan dijaga, karena itu alat yang sangat penting dalam mendeteksi kejadian yang akan terjadi," kata Jokowi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, buoy, sebagai salah satu alat pendeteksi tsunami di Indonesia banyak yang mengalami kerusakan.
Padahal, kata dia, alat tersebut sangat strategis dalam upaya mengantisipasi bencana gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami.
Buoy dilengkapi sensor ketinggian muka air berperan mengonfirmasi ketinggian gelombang saat tsunami terjadi pada institusi terkait.
"Jadi enggak ada buoy tsunami di Indonesia. Sejak 2012, buoy tsunami sudah tidak ada yang beroperasi sampai sekarang ya," kata Sutopo dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (30/9/2018).
Sejak gempa bermagnitudo 7,4 mengguncang dan tsunami melanda Kota Palu dan Kabupaten Donggala, korban jiwa dan kerusakan terus bertambah.
Hingga Selasa (2/10/2018), tercatat 925 orang meninggal dunia, 99 orang hilang, serta 799 terluka.
Selain itu, ada 59.450 jiwa pengungsi yang tersebar di 109 titik di kota Palu. Sementara jumlah pengungsi di Kabupaten Donggala, datanya belum dapat disampaikan.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/02/11032221/jokowi-alat-pendeteksi-tsunami-jangan-dirusak-dan-diambil