Sedianya, Adriatma akan bersaksi bersama terdakwa lainnya, yakni Asrun yang merupakan Ayah kandungnya.
Namun, sebelum sidang dimulai, salah satu tim pengacara meminta agar Adriatma tidak memberikan kesaksian bersama-sama dengan Ayahnya.
"Kami mohon, Yang Mulia, agar pemberian kesaksian terdakwa Adriatma dan terdakwa Asrun dipisah. Ini atas permintaan Adriatma, karena merasa ada masalah psikologis," kata salah satu pengacara.
Ketua majelis hakim kemudian mengabulkan permintaan itu. Adriatma mendapat giliran pertama menjadi saksi untuk terdakwa Fatmawaty Faqih.
Sementara, Asrun diminta menunggu di luar ruang sidang.
Adriatma dan Ayahnya didakwa menerima uang Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Menurut jaksa, uang itu diberikan agar Adriatma selaku Wali Kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.
Selain itu, Asrun didakwa menerima Rp 4 miliar dari Hasmun Hamzah. Asrun merupakan mantan Wali Kota Kendari yang sedang mencalonkan diri sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara.
Menurut jaksa, uang itu diduga diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.
Proyek yang dimaksud, yakni proyek multi years pembangunan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari.
Proyek tersebut menggunakan anggaran tahun 2014-2017. Selain itu, proyek pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk (TWT) - Ujung Kendari Beach. Proyek itu menggunakan anggaran tahun 2014-2017.
Dalam menerima suap, Asrun dan Adiatma menggunakan perantara Fatmawaty Faqih yang merupakan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/19/16311071/terdakwa-wali-kota-kendari-tak-ingin-diperiksa-berbareng-ayahnya