Jokowi memilih Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kiai Haji Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya untuk bertarung di Pemilihan Presiden 2019.
Pilihan itu disetujui sembilan partai politik koalisi pendukungnya, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, Partai Perindo, PKB, PPP, PSI dan PKPI.
"Saya memutuskan dan telah mendapat persetujuan dari partai-partai politik koalisi yang tergabung di dalam Koalisi Indonesia Kerja bahwa yang akan mendampingi sebagai calon wakil presiden adalah Profesor Kiai Haji Ma'ruf Amin," ujar Jokowi di Plataran Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018) malam.
Ma'ruf Amin dinilai Jokowi sebagai tokoh agama yang bijaksana. Selain itu, Ma'ruf dinilai memiliki pengalaman yang baik di eksekutif, legislatif serta organisasi Islam.
Ma'ruf pernah menjadi anggota legislatif DPRD, DPR, MPR, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rais 'Aam PBNU hingga sekarang menjabat Ketua Umum MUI.
Dalam kaitannya dengan Kebhinekaan, kata Jokowi, Ma'ruf menjabat anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Kami ini saling melengkapi, nasionalis religius," ujar Jokowi.
Demikian pula diungkapkan Ketua Umum PPP Romahurmuziy di lokasi pengumuman itu.
Menurut Romi, sapaan akrab Romahurmuziy, kombinasi sosok nasionalis-religius dalam kepemimpinan Indonesia sudah terjadi sejak era kemerdekaan.
"Republik ini dibangun di atas pelangi nasionalisme dan religiusitas. Karena itulah setiap pasangan pemimpin Indonesia, mulai dari Bung Karno-Bung Hatta sampai di reformasi ada Gus Dur-Ibu Mega, Ibu Mega-Pak Hamzah, berlanjut Pak Jokowi-JK, itu selalu mencerminkan pasangan nasionalis-religius," ujar Romi.
Sosok Ma'ruf juga dinilai mampu menjawab persoalan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia saat ini, yakni menguatnya politik identitas dalam bentuk ujaran kebencian berlandaskan agama.
"Di sisi lain, (Ma'ruf Amin) dapat meredam kebencian berlandaskan agama yang muncul dan terus ditebarkan di media sosial," ujar Romi.
Seluruh ketua umum partai politik koalisi pendukung Jokowi melihat bahwa masyarakat Indonesia saat ini mengalami keterbelahan akibat pandangan politik.
Keterbelahan ini dimulai sejak Pemilihan Presiden 2014 lalu, kemudian berlanjut di arena Pilkada yang sudah berlangsung tiga tahun terakhir, terutama Pilkada DKI Jakarta pada 2017.
"Kemudian berlanjut lagi hingga menjelang Pilpres 2019, isunya, ya seputar nada kebencian berbasis SARA, sehingga kami para pimpinan parpol berdiskusi bersama Pak Presiden mencari figur yang melambangkan religiusitas dan nasionalisme," ujar Romi.
Maka, sosok Ma'ruf Amin dinilai sangat tepat untuk mendampingi Jokowi melanjutkan kepemimpinan pada periode kedua pemerintahannya.
Mendadak?
Dipilihnya Ma'ruf menyisakan tanya di sebagian kalangan. Sebab, sebelum diumumkan, santer pemberitaan bahwa Mahfud MD yang menjadi cawapres mendampingi Jokowi untuk Pemilihan Presiden 2019.
Bahkan, di beberapa pemberitaan, Mahfud MD sudah membenarkan bahwa dirinya telah diminta mempersiapkan diri untuk pengumuman cawapres Jokowi bersama para ketua umum parpol koalisi pendukungnya.
Namun, rupanya nama yang keluar dari mulut Jokowi adalah Ma'ruf.
Romi membantah dipilihnya Ma'ruf menjadi cawapres Jokowi adalah keputusan dadakan.
"Memang yang mencuatkan (nama Mahfud MD) siapa? Kan dari awal, bisa dilacak jejak digitalnya, kami PPP juga sudah mengusulkan nama Ma’ruf Amin," ujar Romi.
PPP mengusulkan nama Ma’ruf Amin kepada Presiden Jokowi sejak 3 Desember 2017. Romi sendiri yang menyerahkan usulan itu kepada Presiden Jokowi di Istana Presiden Bogor.
Kemudian, nama Ma’ruf Amin digulirkan di tengah masyarakat secara konsisten hingga hari terpilihnya ia menjadi bakal cawapres Jokowi.
Bahkan, Romi juga mengatakan bahwa dirinya pernah menjelaskan kepada publik soal rekam jejak Ma’ruf Amin selama ini sehingga ia layak dipilih menjadi cawapres Jokowi.
"Tanggal 10 Juli 2018, setelah saya menyebutkan nama 10 nama (kandidat cawapres), hanya satu nama saja yang juga saya uraikan alasan-alasannya, yakni Ma’ruf Amin," ujar Romi.
Mahfud tak kecewa
Meski demikian, berbeda dengan Mahfud sendiri. Ia mengaku, memang diberi tahu akan mendampingi Jokowi menjadi cawapres.
Namun, rupanya informasi ini berubah dengan cepat.
"Saya tidak kecewa, kaget saja, karena sudah diminta mempersiapkan diri, bahkan sudah agak detail," kata Mahfud, dalam sebuah wawancara di Kompas TV, pada Kamis sore.
Mahfud mahfum. Bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, hal itu merupakan peristiwa politik biasa.
"Biasa di dalam politik, itu tidak apa-apa. Kita harus lebih mengutamakan keselamatan negara ini daripada sekadar nama Mahfud, nama Ma'ruf Amin," ucap Mahfud.
Indonesia damai
Ma'ruf telah menentukan beberapa rencana kerja yang akan dijalankan. Hal pertama yang akan dilakukannya adalah menciptakan Indonesia yang aman dan damai.
"Apa yang akan saya kerjakan, tentu saya membantu Presiden untuk mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan sejahtera," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di Kantor PBNU Jakarta Pusat, Kamis malam.
Menurut dia, tidak mungkin akan tercipta pembangunan dan kesejahteraan yang merata tanpa adanya suatu kesatuan.
Ia juga akan berupaya membuat rakyat lebih patuh atas kesepakatan yang telah dibuat pendiri bangsa.
Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Ma'ruf, Indonesia adalah negara berpenduduk Islam yang berbeda dengan negara-negara di Timur Tengah.
Umat Muslim di Indonesia memiliki suatu kesepakatan, di mana seluruh umat harus hidup berdampingan dan bersaudara dengan pemeluk agama lain.
Tanpa ada kesatuan dan jiwa persaudaraan, menurut Ma'ruf, negara tak akan mengalami kemajuan meski memiliki berbagai potensi.
Bahkan, menurut Ma'ruf, bisa timbul suatu perpecahan.
"Itulah Islam Nusantara. Ini yang harus kita pertahankan. Menjaga melalui ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah (kebangsaan). Ini yang harus dipertahankan supaya negara kita utuh," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/10/06462081/akhirnya-maruf-amin