Salin Artikel

Wasekjen Demokrat Anggap Pelaporan Kasus Kudatuli oleh PDI-P Politis

Diberitakan sebelumnya, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengadukan peristiwa yang dikena dengan sebutan "Kudatuli" itu ke Komnas HAM, Kamis (26/7/2018) kemarin.

"Laporan itu adalah upaya politik yang sudah kesiangan. Tapi memanfaatkan kasus 27 Juli adalah ritual politik PDI-P sejak Pak SBY (Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono) mengalahkan Ibu Megawati (Soekarnoputri) dalam Pemilu 2004," kata Rachland melalui keterangan tertulis, Jumat (27/7/2018).

Ia menambahkan, sedianya PDI-P bisa mendesak penyelesaian kasus tersebut pada masa kepresidenan Megawati.

Menurut Rachland, Megawati bisa menggunakan pengaruhnya untuk menginvestigasi. Ia pun menyayangkan sikap Megawati yang memilih diam saat itu dan bahkan mengangkat Sutiyoso, Pangdam Jaya saat kejadian, menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pada 2004, lanjut Rachland, Megawati justru menghalangi penyidikan Tim Koneksitas Polri atas kasus 27 Juli dengan alasan pemilu sudah dekat.

Ia menambahkan tak ada nama SBY dalam daftar orang yang disangka oleh Tim Koneksitas Polri.

Kesempatan kedua datang saat Negara didesak membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang sudah dimulai sejak Bacharuddin Jusuf Habibie menjabat Presiden.

Inisiatif masyarakat sipil mengikuti pengalaman di Afrika Selatan ini menghadapi resistensi. Rachland menyatakan Fraksi PDI-P sejak Megawati menjabat Presiden bukan saja tidak pernah mendukung, tetapi paling keras menolak.

Ia melanjutkan sebagai Ketua Umum PDI-P, Megawati tidak memerintahkan fraksinya menyetujui inisiatif itu. Padahal bila komisi itu terbentuk, menurut Rachland, Megawati mendapat alat yang kuat untuk mengungkap kasus 27 Juli.

"Begitulah, saat para korban 27 Juli masih keras berteriak, Megawati memilih berkompromi demi melindungi kekuasaan politiknya," kata Rachland.

"Jadi nilai sendiri saja apa maksud laporan Hasto (Kristiyanto) ke Komnas HAM itu sekarang, 22 tahun sejak para korban 27 Juli ditinggalkan Megawati," lanjut dia.

Sebelumnya, Hasto mengungkapkan, pihaknya segera mengirimkan surat resmi dan menyusun laporan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendorong pengungkapan peristiwa penyerangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996.

Penyusunan laporan pengaduan juga akan melibatkan pihak-pihak korban dalam peristiwa ini. Ia juga menjanjikan akan melampirkan bukti-bukti untuk mendukung laporan pengaduan.

"Hari ini surat akan langsung segera kami kirimkan. Termasuk perwakilan para korban juga tadi menyertai kami dan juga untuk membuat laporan pengaduan," kata Hasto di gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (26/7/2018) sore.

Hasto berharap langkah partainya membuat pengaduan ke Komnas HAM untuk memperoleh titik terang pengungkapan kasus ini.

Ia menilai peristiwa yang dijuluki "Kudatuli" serta peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya tak terselesaikan dengan baik hingga saat ini.

Meskipun ada jalan rekonsiliasi, Hasto tetap menekankan pentingnya proses hukum dalam setiap kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Karena kita adalah negara hukum harus dikedepankan agar ini menjadi pembelajaran ke depan bahwa demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tidak boleh dikotori praktik kekuasaan negara," kata dia.

"Tidak boleh menggunakan aparat negara untuk melakukan tindakan yang bersifat kekerasan kepada rakyatnya sendiri," sambungnya.

Peristiwa 27 Juli 1996 disebabkan akibat sengketa dualisme kepengurusan PDI kubu Megawati Soekarnoputri dan kubu Soerjadi.

Bermacam upaya penyelesaian sengketa dualisme itu tidak menemui hasil. Hingga kemudian, terjadilah peristiwa Sabtu Kelabu pada 27 Juli 1996 tersebut.

Dalam peristiwa ini, massa yang mengaku pendukung Soerjadi menyerang dan berusaha menguasai kantor DPP PDI. Kerusuhan berujung timbulnya korban jiwa dan pembakaran sejumlah bangunan.

Dalam Harian Kompas terbitan 13 Oktober 1996 menulis, Komnas HAM menyatakan bahwa kerusuhan itu mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Adapun kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/27/16270251/wasekjen-demokrat-anggap-pelaporan-kasus-kudatuli-oleh-pdi-p-politis

Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke