Pasal tersebut menyatakan bahwa calon presiden-calon wakil presiden belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Jika MK tidak menolak gugatan tersebut, menurut Airlangga, akan berimplikasi buruk pada regenerasi politik Indonesia.
"Ini akan memengaruhi, membatasi regenerasi politik kita, karena para elite lama ingin maju lagi, maka kesempatan dan ruang bagi kalangan-kalangan politisi lain untuk menjabat atau maju dalam pilpres akan melemah," ujar Airlangga dalam diskusi di Jakarta, Minggu (22/7/2018).
"Kita ke depan bisa melihat, misalnya, tiba-tiba kemudian Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) maju, Bu Mega (Megawati Soekarnoputri) maju, karena tidak berturut-turut dan bisa," tambah Airlangga.
Gugatan tersebut diajukan oleh Perindo. Partai tersebut merasa dirugikan oleh pasal tersebut karena menghalangi mereka untuk mengajukan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai cawapres pada pemilu 2019.
Kalla sudah dua kali menjabat sebagai wapres, yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019.
Menurut Airlangga, gugatan tersebut diajukan bukan karena kekurangan sosok cawapres untuk kontestasi Pilpres 2019.
"Saya pikir lebih kepada agenda-agenda politik kekuasaan", jelasnya.
Kalla sebelumnya mengaku bersedia kembali berduet dengan Joko Widodo jika dimungkinkan undang-undang. Sebelumnya, ia berkali-kali mengaku ingin istirahat dari dunia politik.
Kalla bahkan bersedia menjadi pihak terkait uji materi tersebut. Pengajuan diri Kalla didaftarkan pada Jumat (20/7/2018) yang diwakili kuasa hukumnya, yakni Irmanputra Sidin, Iqbal Tawakkal Pasaribu, dan kawan-kawan
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/22/18594741/demi-regenerasi-pemimpin-mk-diminta-tolak-uji-materi-perindo