Bantahan itu disampaikan setelah Amnesty Internasional merilis laporan terkait adanya 69 kasus pembunuhan masyarakat sipil di luar hukum atau unlawful killings di Papua.
"Kalau mau ditanyakan ke Polda Papua silakan tanya surat perintah penyelidikan-nya seperti apa," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Meski begitu, Setyo mengingatkan masyarakat bahwa Polri tidak mungkin membuka seluruh data ke publik. Sebab hal itu menyangkut dengan penyelidikan atau penyidikan kasusnya.
Berdasarkan Pasal 17 UU Nomor 8 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ada sejumlah informasi yang dikecualikan. Diantaranya informasi publik yang bisa menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana.
Setyo mengatakan, Polri tidak terpengaruh dengan tekanan apapun terkait kasus-kasus tersebut, termasuk kekuatan-kekuatan politik di Papua sekalipun.
"Kami melaksanakan tugas sesuai dengan aturan," kata Setyo.
Sebelumnya, Amnesty International melaporkan ada 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua selama Januari 2010-Februari 2018. Pembunuhan itu dilakukan oleh aparat keamanan, baik TNI, Polri, maupun Satpol PP.
Meskipun demikian, tidak ada satupun dari kasus-kasus tersebut yang diungkap dalam investigasi kriminal. Selain itu, beberapa di antaranya juga tidak dilakukan pemeriksaan internal.
Padahal, para keluarga korban mengatakan kepada Amnesty International bahwa mereka masih ingin melihat para pelaku pembunuhan orang-orang tercinta mereka dibawa ke pengadilan.
"Dalam 69 insiden yang didokumentasikan dalam laporan tersebut, tidak ada satupun pelaku menjalani investigasi kriminal oleh lembaga independen dari institusi yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam konferensi pers di Jakarta.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/02/20214861/polri-bantah-tutupi-investigasi-korban-pembunuhan-masyarakat-sipil-di-papua