Hal itu disampaikan Suhardi menanggapi adanya sejumlah masjid di DKI Jakarta yang terpapar radikalisme.
"Saya dapat informasi penelitian 2012 juga sudah ada itu. Nanti kan Kementerian Agama (Kemenag) kami minta atensi, itu kan di bawah Kemenag. Nanti kami minta kembali itu. Kami minta perannya melihat kembali siapa di situ dan sebagainya," kata Suhardi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Ia menambahkan, nantinya BNPT juga akan menggandeng Kemenag untuk menyelesaikan isu radikalisme di rumah ibadah.
"Makanya Kemenag itu adalah salah satu unsur yang kami kerjasamakan. Karena itu peran pentingnya Kemenag. Paling tidak harus menjadi ujung tombak. Nah kami mengoordinasikan itu semua," lanjut dia.
Sejumlah masjid di Jakarta disebut menjadi tempat paham radikalisme diajarkan. Isu ini pertama kali diembuskan dari pertemuan di Istana Merdeka Senin (4/6/2018).
Ketika itu, Presiden Joko Widodo mengundang 42 tokoh praktisi sosial, budaya, pendidikan, dan agama untuk berdiskusi.
Dalam diskusi itu, Jokowi diberi tahu tentang paham radikalisme di masjid.
Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra mengungkapkan, awalnya topik tersebut dicetuskan oleh salah satu tamu, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid.
"Mbak Alissa mengatakan, sekitar 40 masjid yang dia survei di Jakarta itu penceramahnya radikal, dia mengajarkan intoleransi dan radikalisme," ujar Azyumardi, usai pertemuan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pun menanggapi isu tersebut. Dia mengaku memiliki data nama masjid yang menjadi tempat pengajaran paham radikalisme.
"Kita kroscek di Biro Dikmental memang ada beberapa yang kita pantau dan tentunya tidak mungkin kita umum-umumkan. Akhirnya nanti menjadi perpecahan," kata Sandiaga, di Masjid Hasyim Ashari, Jakarta Barat, Rabu (6/6/2018).
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/07/13221261/bnpt-sebut-ada-masjid-terpapar-radikalisme-sejak-2012