"Kerusuhan di Mako Brimob harus menjadi sarana konsolidasi warga untuk selalu waspada bahwa ancaman terorisme itu nyata," ujar Hendardi kepada Kompas.com, Jumat (11/5/2018).
Masyarakat, kata dia, juga perlu bersama-sama melakukan revitalisasi instrumen-instrumen sosial yang ada, sebagai bentuk partisipasi aktif dalam memperkuat persatuan serta menciptakan rasa aman di dalam masyarakat itu sendiri.
Di sisi lain, Hendardi juga berharap agar publik tak terpancing dengan permainan isu bernuansa pelecehan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) atau politisasi dari peristiwa kerusuhan tersebut.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia bisa semakin jeli dan tak terprovokasi atas berbagai informasi yang disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang berniat memecah belah maupun menciptakan rasa takut di dalam masyarakat.
Langkah-langkah itu juga mendorong masyarakat untuk tidak berkompromi dengan aksi terorisme dan radikalisme.
"Di sisi lain kepolisian harus aktif memberikan informasi tentang suatu peristiwa sehingga ruang publik tidak dipenuhi berita yang destruktif," kata dia.
Ia juga memandang bahwa peristiwa kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua harus menjadi bahan evaluasi tata kelola lapas khusus narapidana terorisme.
Sebab, penahanan pelaku terorisme tak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa.
Hendardi tak ingin peristiwa kerusuhan yang menewaskan 5 anggota kepolisian itu terulang kembali.
"Yang utama harus dikaji ulang adalah tata kelola lapas khusus teroris dan akselerasi kebijakan deradikalisasi untuk meminimalisir dampak kerusuhan," kata dia.
Hal itu mengingat aksi kerusuhan ini juga berpotensi membangun sel tidur kelompok-kelompok teroris lainnya untuk melakukan kejahatan yang sama atau aksi terorisme lainnya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/11/13134351/pasca-kerusuhan-mako-brimob-masyarakat-diharapkan-konsolidasi-lawan