Saat ini, perkembangan tren transaksi keuangan nontunai mengalami peningkatan dari segi nominal maupun kuantitasnya. Meski begitu, menurut Bambang, kebiasaan transaksi nontunai agak sulit diterapkan di daerah pedalaman karena keterbatasan infrastruktur.
"Apakah kita sudah siap menerima pelaksanaan undang-undang tersebut sampai desa-desa? Ini perlu dipikirkan apakah infrastruktur sudah siap," ujar Bambang di PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Bambang mengatakan, transaksi tunai masih dilakukan karena ada bentuk konkritnya. Padahal, transaksi tunai lebih banyak risikonya, apalagi dalam jumlah banyak. Uang tunai juga kerap dijadikan modus untuk menutupi tindak pidana korupsi atau pencucian uang.
Menurut Bambang, dari hasil penelitian, transaksi nontunai dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan kemudahan bisnis yang tinggi. Ia menyarankan agar para pedagang dengan pendapatan yang diperoleh secara tunai untuk membiasakan diri melakukan transaksi nontunai agar aman.
"Melihat banyaknya manfaat penerapan transaksi keuangan nontunai, DPR tentunya akan mendukung masyarakat membiasakan diri bertransaksi nontunai," kata Bambang.
Salah satu bentuk dukungan DPR yakni ia memastikan RUU pembatasan transaksi uang kartal masuk pembahasan prioritas 2018.
Di samping itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan perbankan diminta menyediakan infrastruktur yang lebih merata hingga desa untuk menunjang program tersebut.
"Harus disediakan fasilitas bagi masyarakat yang dijamin keamanannya dan memiliki jaringan luas dan terintegrasi," kata Bambang.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/14513411/ketua-dpr-ragu-daerah-pedalaman-siap-melaksanakan-transaksi-nontunai