Menurut Ei, rendahnya batas minimal usia perkawinan dalam UU menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya praktik perkawinan usia anak.
"Saya setuju (revisi UU Perkawinan), dengan banyaknya perkawinan di bawah umur dan itu banyak menimbulkan persoalan yang juga akhirnya menyebabkan bertambahnya persoalan bangsa," ujar Ei di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (16/4/2018).
Ia sepakat jika batas minimal usia perkawinan untuk perempuan diubah menjadi 18 tahun.
UU Perkawinan menyatakan usia perkawinan perempuan minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
Menurut dia, pada usia 18 tahun, seorang perempuan lebih siap untuk menikah secara fisik dan psikologis.
Namun, Ei tak sepakat jika batas usia minimal perkawinan untuk perempuan menjadi 21 tahun karena akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Saya lebih setuju dengan 18 tahun karena dari sisi psikologis dan fisik sudah cukup. jadi tidak akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat," kata Ei.
"Kalau misalnya 21 tahun itu akan menimbulkan persoalan baru, adanya maksiat atau perzinahan dan itu akan menimbulkan persoalan baru, kenakalan remaja dan sebagainya," ujar dia.
Ei mengatakan, praktik perkawinan usia anak di berbagai pelosok daerah memberikan dampak negatif, terutama bagi kaum perempuan.
Selain, memengaruhi tingginya angka kematian ibu melahirkan anak, praktik perkawinan usia anak juga akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Rendahnya tingkat kesejahteraan, kata Ei, akan memicu timbulnya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
"Kalau masih muda memang banyak yang belum memiliki pekerjaan, dari sisi ekonomi juga akan berdampak dan ini nanti akan berdampak juga pada kasus kekerasan dalam rumah tangga," tutur Ei.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise meminta perhatian Komisi VIII terkait usulan revisi Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, terutama pasal yang mengatur batas usia perkawinan.
Perubahan pasal tersebut bertujuan untuk menghapus praktik perkawinan usia anak.
Usulan perubahan UU perkawainan, kata Yohana, telah telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Namun, UU tersebut tidak masuk prioritas tahun 2018.
Yohana menuturkan pihaknya telah menerima masukan dari berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra dengan perkawinan usia anak.
Isu tersebut juga mulai digulirkan secara luas untuk melihat respons dari publik.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/09070841/pks-setuju-usul-perubahan-batas-usia-minimal-perkawinan-jadi-18-tahun