Oleh karena itu, KPU mengaturnya dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang norma, standar prosedur, kebutuhan pengadaan, dan pendistribusian perlengkapan penyelenggara pemilu.
Menurut Arief, berdasarkan UU tersebut, desain surat suara hanya meliputi nama calon, foto calon, nomor urut calon, dan logo partai politik pengusung.
"Jadi di UU itu menyebutkan eksplisit. Desain surat suara itu berisi nomor urut, foto calon, nama termasuk logo partai pengusung," kata Arief, di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Dengan demikian, lanjut Arief, hanya partai politik pengusung calon presiden dan calon wakil presiden yang berhak dicantumkan logo partainya dalam surat suara.
"Jelas di situ (UU), siapa yang bisa masuk kategori partai pengusung maka dicantumkan," kata Arief.
Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asyari mengatakan, dalam UU hanya disebut partai politik yang mengusulkan capres dan cawapres yang logonya dicantumkan dalam surat suara.
Adapun, pada UU Pemilu juga tidak menyebutkan partai politik baru atau partai politik lama.
"Bukan masalah partai baru atau tidak, tapi dia (parpol) mengusulkan atau tidak. Rujukannya di Pasal 222 UU Pemilu," ujar Hasyim.
Mengacu pada UU tersebut, KPU tak memasukkan logo partai baru dalam surat suara, meski ikut mendukung capres dan cawapres tertentu.
"Kami mengacu UU. Partai baru kan belum punya suara. Jadi belum bisa dimasukkan dalam surat suara," kata Hasyim.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/06/16201261/mengapa-logo-parpol-baru-tak-ada-dalam-surat-suara-pilpres-2019