Hal itu disampaikan Hinca menanggapi usulan beberapa partai koalisi pemerintah yang menginginkan adanya Perppu tentang Pilkada agar mereka bisa mengganti calon kepala daerah yang diusung, namun kini berstatus tersangka.
"Persyaratan pasal 22 UUD 1945 bagi Perppu itu adalah sesuatu yang mulia dan dia baru akan dikeluarkan saat negara dalam keadaan darurat. Pertanyaannya adalah apakah dengan demikian negara saat ini dalam keadaan darurat?" kata Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Ia menambahkan Perppu diperuntukan untuk merespons masalah yang memiliki efek besar bagi kehidupan bernegara. Saat ini, dengan adanya 8 calon kepala derah yang menjadi tersangka, menurutnya hal itu tidak menunjukan kegentingan yang memaksa sehingga Presiden tak perlu mengeluarkan Perppu.
Ia menyadari saat ini dari 8 calon kepala daerah yang berstatus tersangka, tak satu pun ada yang diusung Demokrat. Namun ia mengatakan bukan hal itu yang menjadi alasan Demokrat menolak Perppu.
Hinca kembali berpendapat situasi saat ini bukanlah saat yang tepat bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu.
Ia menambahkan sebaiknya perubahan aturan tersebut dilakukan melalui revisi undang-undang seperti biasa dan hasilnya baru diberlakukan pada pilkada berikutnya, bukan sekarang.
"Saya lebih cenderung normatif dan proses normal saja untuk proses perbaikan melalui revisi undang-undang, bukan dengan Perppu. Bahwa ini jadi masalah iya, tapi untuk berikutnya saja (aturan dirubah)," lanjut dia.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi Peraturan KPU (PKPU) agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah yang diusung namun telah berstatus tersangka.
Dengan demikian partai politik yang mengusung calon kepala daerah dengan status tersangka tak dirugikan di hari pencoblosan dengan citra pasangan calon yang telah tergerus.
Namun, usulan pemerintah tersebut ditolak oleh KPU. Mereka menolak untuk merevisi PKPU tersebut jika tidak ada Perppu sebagai acuan perubahan aturan teknis penyelanggaraan Pilkada, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kami bisa merevisi PKPU itu (pencalonan) berdasarkan Perppu," ujar Komisioner KPU Ilham Saputra.
beralasan, pihaknya tidak memberikan ruang kepada partai politik untuk mengganti calon kepala daerahnya yang berstatus tersangka lantaran Undang-Undang mengatur demikian.
"Kami masih tetap mengacu pada beberapa UU yang ada. Selama UU mengatakan seperti itu, maka acuan kami adalah UU," ujar mantan wakil ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/29/06543351/untuk-ganti-calon-kepala-daerah-demokrat-anggap-pemerintah-lebih-baik-revisi