"Dalam realitas sejarah, konflik ujaran kebencian jadi lahan subur memaksimalkan konflik sosial yang mengakibatkan pembantaian massal seperti di Rwanda dan Serbia," ujar Nur Alam dalam sebuah diskusi di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (29/3/2018).
Berkaca dari dua negara tersebut, ada pergeseran model konflik di berbagai negara. Jika dulu konflik keamanan melibatkan antar-negara, kini konflik keamanan di dalam suatu negara menjadi lebih mengkhawatirkan.
Situasi itu menjadi ancaman serius bagi seluruh negara saat ini.
"Sayangnya pola ini menguat di kawasan Afrika dan Asia. Itu terbukti dengan realitas konflik seperti Suriah, Irak, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya yang mengalami persoalan serius dalam konflik internal," kata Al Araf.
Al Araf menegaskan, konflik internal yang melibatkan ujaran kebencian dan hoaks dengan unsur suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) bisa melemahkan dan menggagalkan suatu negara.
"Namun demikian, dinamika konflik tersebut bisa semakin kuat di satu wilayah yang kesenjangan sosial dan ekonominya tinggi," ujar dia.
Dengan demikian, Al Araf menyimpulkan bahwa ujaran kebencian dan hoaks dalam konteks politik menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh Indonesia.
Ia menegaskan, negara tidak boleh meremehkan keberadaan ujaran kebencian dan hoaks yang beredar di kalangan masyarakat.
Sehingga, perlu adanya penanganan bersama dalam melawan narasi kebencian dengan narasi yang menyejukkan dengan tema-tema perdamaian dan keberagaman.
"Ujaran kebencian menjadi sesuatu yang tampak dan digunakan dalam kontestasi politik. Sehingga, upaya melawan ujaran kebencian menjadi tanggung jawab bersama," kata Al Araf.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/29/06070051/ujaran-kebencian-dinilai-sebagai-ancaman-serius-yang-lemahkan-negara