Ia mendukung upaya pemerintah agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah berstatus tersangka yang diusung mereka. Hal itu supaya tak merugikan partai di hari pencoblosan.
Namun, menurut dia, hal itu harus melalui revisi Undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bukan dengan revisi PKPU. Sebab pelarangan penggantian calon kepala daerah dicantumkan langsung di undang-undang.
"Itu sebetulnya dasarnya bukan PKPU tapi dasarnya adalah undang-undang. Di dalamnya itu memang secara tegas menyebutkan calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah dan memasuki tahapan kampanye maka tak boleh ada lagi pergantian," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Ia menilai hingga hari pencoblosan 27 Juni mendatang, DPR dan pemerintah masih memiliki cukup waktu untuk merevisi undang-undang tersebut agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah yang berstatus tersangka.
Selain melalui revisi seperti biasa, Ace mengatakan pemerintah juga bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengubah pasal ihwal pergantian calon kepala daerah.
Ia meyakini DPR akan dengan cepat merespons Perppu tersebut agar pergantian bisa dilakukan sebelum hari pencoblosan.
"Ya kan ketika Presiden, atau pemerintah mengeluarkan (rencana revisi) undang-undang tersebut atau Perppu maka pada saat itu bisa langsung berjalan, kemudian mendapatkan persetujuan DPR," papar dia.
"Itu nanti bisa dibahas di DPR sendiri. Jadi ketika pemerintah keluarkan Perppu pada saat itu Perppu itu berjalan," lanjut Ace.
Pemerintah mengusulkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merevisi Peraturan KPU (PKPU) pencalonan untuk mengakomodasi usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK sebelumnya mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang memberikan jalan agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah peserta Pilkada serentak 2018 yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Ini kalau harus lewat Perppu, harus mengubah UU, dibahas dengan DPR lagi panjang (prosesnya). Saya kira cukup dengan (revisi) PKPU, ini kan kondisi yang darurat," kata Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Senin (26/3/2018).
Sejauh ini, sudah ada delapan orang calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka atas dugaan korupsi KPK. Namun, pemerintah menilai saat ini Perppu belum dibutuhkan.
"Sikap Pemerintah menolak Perppu dengan mempertimbangkan parameter obyektif sebagaimana dimaksud putusan MK Nomor 138/2009," terang Tjahjo.
Dalam putusannya, MK merumuskan tiga syarat untuk mengukur kepentingan yang memaksa yaitu, adanya keadaan dan kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum.
Kemudian, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum dan kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU dengan prosedur biasa karena membutuhkan waktu yang lama sedangkan keadaan sangat mendesak untuk diberikan solusi.
"Problem teknis pemilu yang dihadapi KPU tersebut, sudah ada rujukan hukumnya sebagaimana diatur dalam UU Pilkada maupun UU Pemilu," kata Tjahjo.
"Untuk itu solusinya lebih tepat melalui PKPU. Kemendagri prinsipnya mendukung langkah KPU untuk mengeluarkan PKPU," sambung politisi senior PDI-Perjuangan tersebut.
Namun menanggapi usulan tersebut, Komisioner KPU RI Viryan mengatakan, tak elok jika KPU mengubah PKPU hanya untuk mengakomodasi usulan pemerintah.
"Aturannya sudah ada, permainannya sudah berjalan, masak ada aturan di tengah jalan, kurang pas lah," kata Viryan di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Viryan mengatakan, aturan tak perlu diubah untuk mengedepankan asas keadilan bagi semua calon kepala daerah yang berlaga di Pilkada.
"Ini kan kampanye sedang berjalan, ada kasus, kemudian PKPU diubah, kan enggak fair," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/27/17221741/golkar-ganti-calon-kepala-daerah-yang-tersangka-harus-melalui-undang-undang