"Saya pikir perlu keterbukaan antar berbagai pihak termasuk pemerintah untuk kemudian berkomitmen terhadap prinsip hak asasi manusia," ujar Bonar dalam sebuah diskusi di Kantor YLBHI, Kamis (22/3/2018).
Bonar mengambil contoh dari kerasnya persekusi yang dilakukan oleh masyarakat mayoritas terhadap kelompok keyakinan Gafatar yang dulu telah bubar pada 2015 silam.
Bonar mengungkapkan, Gafatar dianggap sebagai organisasi turunan dari Negara Islam Indonesia dan kelompok aliran Al Qiyadah Islamiyah.
Padahal, meskipun memiliki tokoh yang berasal dari kedua kelompok tersebut, Gafatar cenderung melakukan transformasi pemikiran dengan menghormati Pancasila dan mengamalkan nilai-nilai agama secara universal.
"Rekam jejak itulah yang menjadi pembiasaan bagi masyarakat dan pemerintah bahwa Gafatar adalah metamorfosis keduanya, mereka melihat ini satu gerakan politik berkedok keagamaan," ujarnya.
Aksi persekusi yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu itu, juga disebabkan oleh rasa takut dan prasangka akan adanya pemberontakan tertentu.
Bonar melihat, Gafatar pada dasarnya merupakan gerakan spiritual keyakinan, yang menggunakan nilai-nilai ajaran agama secara universal untuk memecahkan berbagai permasalahan sosial.
"Oleh karena itu mereka ingin melakukan perubahan. Kan mereka kemudian melakukan aksi sosial, membuat pertanian, membersihkan sungai dari sampah, membangun ketahanan pangan, dan berhasil," katanya.
Dengan demikian, Bonar berharap agar masyarakat dan pemerintah memiliki keterbukaan pemikiran mengacu pada prinsip hak asasi manusia dan konstitusi.
Ia pun juga menegaskan, bahwa prinsip setiap keagamaan tidak bisa dipaksakan ke umat beragama lainnya.
"Setiap agama kan memiliki code, script text dan credo atau sumpah, tidak bisa memaksakan. Kita harus menyadari ketika di ruang publik, ketika berinteraksi dengan yang lain, kita harus mampu menerima kehadiran yang berbeda keyakinan," kata Bonar.
Jika terdapat kelompok aliran keyakinan yang bertentangan pada kesepakatan secara umum, masyarakat dan pemerintah harus mengutamakan jalan dialog ketimbang melakukan kekerasan seperti persekusi.
"Keterbukaan paradigma bahwa harus menggunakan HAM dalam memahami hak dan perlindungan kepada warga negara dalam berkeyakinan itu menjadi penting," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/22/18260391/cegah-persekusi-pemerintah-dan-masyarakat-perlu-ubah-paradigma-perbedaan