Salin Artikel

Polemik PPP-PKB soal Kursi Pimpinan MPR, Tafsir Perolehan Suara Jadi Sorotan

Sejumlah pihak mempertanyakan penafsiran UU MD3 mengenai hak atas kursi pimpinan MPR, apakah layak diberikan kepada Partai Kebangkitan Bangsa. Polemik itu terutama tafsir mengenai urutan ke-6 hasil Pemilu 2014.

Menanggapi polemik itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, jika mengacu pada ketentuan bahasa hukum maka penentuan kursi pimpinan seharusnya didasarkan perolehan suara nasional, bukan perolehan kursi di DPR.

"Penentuan itu harusnya berdasarkan apa bunyi ketentuan undang-undang. Kalau bunyi ketentuan undang-undang sudah soal suara, maka tentu basisnya suara, bukan kursi," ujar Feri saat dihubungi, Jumat (16/3/2018).

Selain itu, lanjut Feri, penentuan kursi pimpinan berbasis perolehan suara nasional lebih memenuhi asas keadilan. Dalam pemilu, setiap parpol pasti mendapat jumlah perolehan suara yang berbeda.

Sementara, antara satu parpol dengan parpol lain berpotensi memiliki jumlah perolehan kursi parlemen yang sama.

Sebab, perolehan jumlah kursi di parlemen berasal dari total perolehan suara nasional dibagi dengan jumlah pemilih di suatu daerah.

Dengan begitu akan sulit untuk menentukan siapa yang berhak menempati kursi pimpinan MPR jika ada dua atau lebih parpol yang memiliki jumlah kursi yang sama.

"Jadi kalau perolehan kursi kan berbasis bilangan pembagi pemilih. Potensinya walaupun perolehan suara mereka berbeda maka ada kemungkinan dapat kursi sama," tutur Feri.

"Itu sebabnya diatur dalam peraturan itu berdasarkan perolehan suara karena perolehan suara pasti berbeda. Jadi kursi pimpinan adalah haknya partai yang memperoleh suara terbanyak secara nasional," kata dia.

Feri menilai wajar jika terdapat perbedaan tafsir antar-parpol, mengingat penentuan kursi pimpinan MPR maupun DPR bersifat politis.

Namun, ia menegaskan bahwa seharusnya penentuan kursi pimpinan MPR mengacu pada peraturan perundang-undangan.

"Satu sisi tafsir seperti itu wajar saja karena memang ini perebutan kursi politik. Tetapi tentu yang mau ditegakkan adalah aturan hukum," kata Feri.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menuturkan bahwa sesuai Pasal 427a Huruf c UU MD3, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak memiliki legitimasi untuk mengisi kursi Wakil Ketua MPR.

Pasal tersebut menyatakan, penambahan wakil ketua MPR diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014 urutan ke-1, ke-3, dan urutan ke-6.

Dalam perolehan suara Pemilu 2014, partai yang meraih suara tertinggi yakni PDI-P (18,95 persen). Sementara urutan ketiga yakni Partai Gerindra (11,81 persen) dan urutan keenam yakni PAN (7,59 persen).

Sementara, kata Arsul, jika dilihat dari segi perolehan kursi terbanyak, PKB memang menempati posisi ke-6. Namun, yang tertera dalam UU MD3 didasarkan pada perolehan suara terbanyak.

(Baca: PPP: Sesuai UU MD3, Cak Imin Tak Berhak Jabat Wakil Ketua MPR)

Akan tetapi, pernyataan itu dibantah Wakil Sekjen PKB Daniel Johan. Menurut Daniel, frasa "memperoleh suara terbanyak di DPR" berbeda dengan perolehan suara di pemilu. Artinya, suara di DPR sama dengan perolehan kursi di DPR.

Hal itu juga ditegaskan ketika terjadi voting. Dalam voting digunakan istilah pemungutan suara, bukan pemungutan kursi.

Selain itu, Daniel juga menegaskan bahwa dalam rapat Baleg dan Bamus di DPR telah memutuskan satu kursi pimpinan MPR diberikan untuk PKB.

https://nasional.kompas.com/read/2018/03/16/18193791/polemik-ppp-pkb-soal-kursi-pimpinan-mpr-tafsir-perolehan-suara-jadi-sorotan

Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke