Meski begitu, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta publik memberikan kesempatan Polri untuk mengungkap kasus yang sudah 11 bulan tanpa kejelasan itu.
"Yang penting kepolisian serius karena pada intinya TGPF itu juga tentu bersama-sama dengan Polisi," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
"Saya yakin Kepolisian itu serius. (Jadi) harus diberikan waktu walaupun waktunya juga lama, tetapi saya harap itu Kepolisian serius juga agar betul-betul dapat diselesaikan (kasus Novel)," sambung dia.
Presiden Joko Widodo lebih memilih mendengarkan terlebih dahulu laporan terakhir dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terkait kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Hal itu dilakukan sebelum memutuskan apakah akan membentuk tim gabungan pencari fakta atau tidak.
Sebelumnya, Amnesty Internasional Indonesia menilai tidak ada perkembangan berarti dari kasus tersebut.
Oleh karena itu, Amnesty Internasional Indonesia berharap kepulangan Novel Baswedan setelah berobat di Singapura bisa membawa angin baru dalam pengungkapan kasus tersebut.
"Mudah-mudahan ada semacam kepastian waktu dari Presiden, untuk memberi ultimatum atau batas waktu yang realistis kepada Kepolisian," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Jakarta, Rabu (22/2/2018).
Menurut dia, batas waktu kepada Polri untuk mengungkap kasus penyiraman air keras kepada Novel sangat penting.
Sebab, bila batas waktu itu habis, maka Presiden bisa segera mengambil langkah. Misalnya, tutur Usman, Presiden segera membentuk tim gabungan pencari fakta.
Tujuannya bukan untuk mengambil alih kasus yang ditangani Polri, namun justru membantu penyelidikan Polri.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/17380481/wapres-jk-minta-polisi-diberi-waktu-tuntaskan-kasus-novel-baswedan