Fenomena itu adalah identitas keagamaan yang merupakan hasil dinamika dan interaksi sosial politik yang mereka alami dengan lingkungannya.
Menurut Chaider, pemuda Muslim masa kini dapat bersikap akomodatif terhadap nilai baru yang diperolehnya.
"Hibridasi identitas dalam banyak hal memiliki kecenderungan moderat dan toleran dalam sikap dan perilaku bagi kaum muda Muslim," ujar Chaider dalam diskusi di Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Dalam fenomena tersebut, para pemuda Muslim masuk dalam proses pencarian pandangan keagamaan dari pengetahuan yang dimiliki. Masa-masa tersebut, kata Chaider, justru rentan disusupi pengaruh radikal.
"Dia berada dalam ancaman godaan radikalisme dan ekstremisme karena memiliki ciri khas yang tak pernah 'ajek' (diam)," kata Chaider.
Chaider mengatakan, untuk memahami dinamika sosial, politik, dan keagamaan, seringkali merangsang kaum muda mencari pijakan keamanan yang lebih kokoh.
Proses pencarian tersebut biasanya membuat sebagian kaum muda Muslim mengalami hibridasi identitas yang kompleks.
Oleh karena itu, Chaider meminta agar kaum muda tidak cuek dengan gejala di masyarakat. Sebab, kelompok ekstremis bisa dengan mudah mencari celah dan masuk menguasai pemuda yang moderat itu.
Penelitian CSRC dilakukan terhadap 935 aktivis muda Muslim dengan rentang usia 15-24 tahun. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan FGD di 18 kabupaten/kota.
Secara spesifik, tema-tema yang diajukan mencakupi pemahaman keagamaan dan pengalaman keberagaman, pendidikan dan pembelajaran keagamaan, keragaman dan toleransi, kebebasan individu dan HAM, wawasan kebangsaan, serta radikalisme dan ekstremisme.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/23/21433601/pemuda-muslim-moderat-masih-rentan-godaan-radikalisme