Menurut dia, muncul kecurigaan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut saling berkaitan dan ada pihak yang merekayasa.
"Dalam logika saya, rentetan kejadian seperti ini secara ilmiah pun bisa dibuat kesimpulan, ada apa? Sampai saya katakan ini rekayasa sistematis tanpa tahu siapa pelakunya," ujar Din di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
Apalagi, dalam pemberitaan disebutkan bahwa pelaku penyerangan ulama maupun ustad adalah orang dengan gangguan kejiwaan. Din merasa janggal jika hal tersebut merupakan suatu kebetulan.
Jika anggapan ini dibiarkan, kata Din, maka akan terjadi kekacauan. Dikhawatirkan isu rekayasa tersebut semakin berkembang dan menimbulkan reaksi yang tidak proporsional.
"Opini sangat menguat sekali. Bukan soal fakta, tapi soal persepsi. Persepsi yang ada kalau tidak dinetralisir akan hidup menjadi sebuah kesimpulan," kata Din.
Oleh karena itu, MUI mengundang Kepala BNPT Suhardi Alius dan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto.
Dengan adanya dialog langsung dengan pihak yang menangani kasus-kasus tersebut, kata Din, maka mispersepsi dan miskomunikasi yang selama ini terjadi bisa diluruskan.
Beberapa perwakilan ormas islam juga telah mengklarifikasi langsung mengenai berbagai kabar simpang siur dalam pertemuan tersebut.
Menurut Din, para peserta forum dapat menerima penjelasan pihak kepolisian dengan baik.
"Saya kira semua anggota wantim (dewan pertimbangan) bisa terima bahwa dari Polri dan BNPT tidak ada niat tidak baik yang kemudian mencerminkan anti terhadap islam," kata Din.
Benang merah
Sementara itu, Ari Dono menjelaskan bahwa kepolisian masih mencari benang merah dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Penyelidikan masih dilakukan di tempat masing-masing. Bahkan, Mabes Polri menerjunkan satuan tugas untuk membantu penyidik menuntaskan perkara tersebut.
Mengenai anggapan bahwa pelakunya orang gila, kata Ari, masih perlu didalami lebih lanjut secara medis.
"Kami mengungkapnya orang ini berperilaku tidak wajar karena dia tidak bisa beri keterangan sebagaimana orang sehat," kata Ari.
Untuk menentukan apakah pelaku kejiwaannya terganggu, kata Ari, dibutuhkan penelitian oleh dokter jiwa selama dua minggu.
Meski pelaku tak bisa diambil keterangan, polisi tak berhenti mengusutnya. Caranya dengan menggali keterangan dari para saksi dan lingkungan tempat tinggal pelaku.
"Kalau sekarang ada orang menganiaya orang lain, dari keterangan saksi dan kita liat sendiri perilakunya tidak normal, kita tetap gali ini siapa. Kalau berbuat apa dan motifnya, tergantung keterangan dia dan lingkungan," kata Ari.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/21/17451971/mui-curiga-ada-rekayasa-di-balik-rentetan-penyerangan-pemuka-agama