Menurut Masinton, bukan ranah KPK untuk mengomentasi putusan MK tersebut.
Hal itu ia ungkapkan saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III dan KPK di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
"Bukan ranah KPK untuk mengomentari putusan MK atau pun DPR," ujar Masinton.
Masinton meminta Laode mengklarifikasi komentar yang sempat dimuat di media massa nasional.
Politisi PDI-P itu bahkan menyebut komentar Laode tidak lagi dalam norma sebagai pimpinan negara.
Ia menilai, memberikan komentar atas putusan MK bukan bagian dari tugas KPK.
"Saya minta penjelasan saudara Laode terkait pernyataan yang tidak lagi dalam norma sebagai pimpinan lembaga negara. Fokus saja tugas, jangan mengomentari hal lain. Saudara kami pilih bukan jadi pengomentar," tutur politisi dari Dapil DKI Jakarta II itu.
(baca: KPK Kecewa MK Tak Konsisten dalam Putusan Hak Angket DPR)
Masinton menegaskan, putusan MK tersebut konstitusional dan mengkonfirmasi fungsi pengawasan DPR terhadap KPK
"Putusan MK itu memuliakan pengawasan DPR. Keputusan itu inkonstitusional. Bagaimana kalau kita bilang KPK ini inkonstitusional? Tolong saudara Laode nanti beri klarifikasi yang jelas," kata Masinton.
Sebelumnya, Laode mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait hak angket DPR terhadap KPK.
MK menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap Hak Angket.
Dengan putusan ini, MK menyatakan, KPK bisa menjadi objek angket oleh DPR RI.
"Kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial review itu ditolak," kata Laode usai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Dalam uji materi ini, pegawai KPK menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.
Namun dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah adalah lembaga eksekutif.
Laode menilai, putusan MK ini tak konsisten dan bertentangan dengan empat putusan terdahulu, dimana MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga eksekutif.
Menurut dia, inkonsistensi MK ini bahkan dipaparkan oleh empat hakim yang mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat.
Empat hakim yang menyatakan perbedaan pendapat itu adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.
"Dulu dikatakan KPK bukan bagian dari eksekutif, hari ini MK memutuskan bahwa KPK itu, dianggap bagian eksekutif. Menarik untuk kita lihat inkonsistensi dari MK," kata Laode.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/13/11371751/masinton-bagaimana-kalau-kita-bilang-kpk-inkonstitusional