Sebab, karena Honggo tidak diketahui keberadaannya, pelimpahan berkas dan tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) itu terhambat.
Di lain sisi, kejaksaan telah meminta Polri untuk segera menyerahkan barang bukti dan tersangka ke kejaksaan untuk dilimpahkan ke pengadilan.
"Nanti DPO itu mau kita sebar mulai hari Senin (22/1/2018)," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Selain itu, Polri juga masih menunggu informasi dari kepolisian di negara-negara yang tergabung dalam Interpol terkait red notice terhadap Honggo.
Red notice tersebut telah dikeluarkan sejak April 2017 lalu.
Mulanya, Polri menduga Honggo bersembunyi di Singapura. Namun, setelah dicari Senior Liaison Officer Polri yang berada di sana, Honggo tidak ditemukan. Kemungkinan Honggo berada di negara lain.
"Oleh karenanya kita membuat laporan dan tentu ini akan menjadi pertimbangan bagi penyidik untuk melakukan langkah lain," kata Martinus.
Penyidik juga telah mendatangi rumah keluarga Honggo di Jakarta. Namun, pihak keluarga juga mengaku tidak mengetahui keberadaan Honggo.
Polri, kata dia, tidak punya kewenangan memaksa keluarga untuk mengaku ataupun mencaritahu keberadaannya.
"In Absentia"
Jika hingga waktu yang ditentukan Honggo belum juga ditemukan, maka tersangka lain tetap dilimpahkan dan Honggo akan disidang secara in absentia.
"Jaksa penuntut umum sebagai peneliti terhadap kasus ini ingin mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri seperti apa. Ini kita sampaikan bahwa langkah-langkah yang dilakukan sudah," kata Martinus.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, dalam waktu dekat sebaiknya penyidik Bareskrim Polri menyerahkan bukti serta tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat PT TPPI.
Dari tiga tersangka, satu di antaranya melarikan diri ke luar negeri dan menjadi buronan hingga saat ini.
Untuk memudahkan pelimpahan tersangka, Prasetyo meminta polisi mengupayakan kehadiran Honggo.
"Harapan kita kepada penyidik tentunya supaya tidak ada kesan disparitas, usahakan si Honggo ini diserahkan di Indonesia. Diserahkan pada kita supaya penyelesaiannya bisa dilakukan secara serentak," ujar Prasetyo.
Prasetyo mengatakan, jangan sampai absennya Honggo menghambat pelimpahan bukti dan tersangka untuk dibawa ke pengadilan.
Menurut dia, bisa saja Honggo disidang terpisah secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.
"Kita sudah pernah melakukan persidangan in absentia. Jangan kaget nanti kalau misalnya in absentia," kata Prasetyo.
Dalam kasus ini, polisi memisahkan berkas perkara menjadi dua. Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono.
Sementara berkas kedua untuk tersangka mantan Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratmo.
Pengusutan perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat sudah dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015.
Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.
Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Komitmen awal kontrak kerja mereka adalah memproduksi bahan bakar untuk dijual Pertamina. Namun, PT TPPI mengolahnya menjadi LPG.
Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/19/12500851/kejaksaan-tagih-tersangka-kasus-kondensat-polisi-baru-akan-sebar-dpo