Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019 harus menjalani verifikasi faktual.
Di DPR, mayoritas anggota Komisi II menganggap putusan MK terkait uji materi Pasal 173 Undang-undang Pemilu tentang verifikasi faktual, sebaiknya dilaksanakan setelah Pemilu 2019.
“Partai ingin mengamankan kepentingannya. Dan sangat terlihat sekali bahwa partai tidak mau diverifikasi faktual,” kata Titi saat ditemui di Gedung Komisi Pemilihan Umum RI, Jakarta, Selasa (16/1/2018).
“Jangan sampai publik beranggapan, DPR tidak mau diverifikasi sekarang karena memang partainya tidak siap,” lanjut Titi.
Dalam putusannya, MK mengacu pada empat pertimbangan. Pertama, semua parpol harus diperlakukan secara adil.
Kedua, pertimbangan pemekaran daerah dan pertambahan demografi.
Ketiga, badan hukum parpol bersifat dinamis. Dan keempat, keterpenuhan persyaratan harus menyeluruh.
“Kalau DPR menyatakan di undang-undang tidak mengenal verifikasi faktual, sementara sudah dilakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, maka kita sudah diskriminatif,” kata Titi.
Diskriminasi terjadi karena ada partai-partai baru yang mengikuti seluruh persyaratan secara menyeluruh yaitu verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.
Namun, partai-partai lama hanya mengikuti verifikasi administrasi, tetapi tidak verifikasi faktual.
“Padahal kan penekanan MK (adalah) tidak boleh ada parpol yang diperlakukan tidak adil. Kalau mau mengubah makna verifikasi, artinya tidak mau membedakan antara verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, itu tidak boleh sekarang. Sehingga tidak ada partai yang diperlakukan berbeda,” papar Titi.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/16/17254321/polemik-eksekusi-putusan-mk-parpol-lama-dinilai-tak-siap-diverifikasi