Salin Artikel

Setya Novanto Jadi "Pasien" Baru KPK...

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan kembali Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka ke-enam kasus tersebut.

Sebelumnya, sudah lima orang yang dijerat kasus ini, yakni dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, anggota DPR Markus Nari dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sugihardjo.

Penetapan tersebut merupakan kali kedua setelah sebelumnya Novanto lolos melalui praperadilan melawan KPK, pada Jumat 29 September 2017.

Hakim praperadilan Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka terhadap Novanto tidak sah.

Desas-desus Novanto menjadi tersangka lagi mulai tercium saat beredarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari KPK yang diduga bocor, Senin (6/11/2017).

Namun, ketika itu, KPK sulit dikonfirmasi mengenai kebenarannya. Dalam SPDP yang beredar itu, dasar penerbitan SPDP tersebut salah satunya, yakni berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.

Hal itu sama dengan keterangan pimpinan KPK yang menyebut telah mengirimkan SPDP ke kediaman Novanto pada 3 November 2017.

Namum, Fredrich Yunadi, kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto membantah pihaknya menerima SPDP, sebagaimana yang beredar tersebut.

"Saya tidak pernah menerima SPDP yang dimaksud, belum pernah melihat dan membaca sebagaimana yang diedarkan oleh teman-teman media," kata Fredrich lewat pesan singkat, saat dikonfirmasi, Selasa (7/11/2017).

Ia pun menilai SPDP yang beredar tersebut adalah hoax. Ia mengutip pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah di media massa yang belum bisa mengonfirmasi SPDP tersebut.

Namun, tak lama setelah beredarnya SPDP, KPK mengonfirmasi adanya tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.

"Kami konfirmasi dulu benar ada penyidikan, benar sudah ada tersangka baru dalam kasus KTP elektronik ini," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Namun, saat itu KPK belum mau mengungkap teka-teki siapa nama tersangka barunya.

Alur Novanto Tersangka

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, sejak putusan praperadilan keluar pada 29 September 2017, pihaknya mempelajari putusannya dengan seksama bersama dengan aturan hukum lainnya yang terkait.

Menurut Saut, sejak 5 Oktober 2017, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP.

Pada penyelidikan ini, KPK juga memanggil Novanto sebanyak dua kali, yaitu pada 13 Oktober dan 18 Oktober 2017.

Akan tetapi, Novanto tidak dapat hadir dengan alasan ada pelaksanaan tugas kedinasan.

"Dalam proses penyelidikan tersebut juga telah disampaikan permintaan keterangan terhadap saudara SN sebanyak dua kali. Namun, yang bersangkutan tidak hadir," kata Saut, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11/2017).

Pada 31 Oktober, KPK menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) tersangka Setya Novanto.

Akhirnya pada Jumat (10/11/2017), KPK resmi mengumumkan siapa pasien barunya di kasus e-KTP. Tersangkanya adalah Setya Novanto.

"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut Situmorang, salah satu pimpinan KPK.

Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK menduga, Novanto bersama sejumlah pihakmenguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, pada proyek e-KTP.

Adapun, sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Diduga akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Penahanan

Pascapenetapan tersangka, KPK belum melakukan penahanan terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu.

KPK menyatakan masih fokus pada pemeriksaan saksi. Untuk upaya lainnya masih akan dipertimbangkan.

"Kami masih fokus pemeriksaan saksi sebelum merespons terkait dengan kegiatan-kegiatan lain karena itu tentu harus dipertimbangkan oleh tim penyidik," kata Febri.

Namun, KPK memastikan ke depannya akan ada pemeriksaan Novanto sebagai tersangka. KPK juga menyatakan belum ada kegiatan penggeledahan pasca penetapan ini.

Praperadilan

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi memastikan akan mengajukan praperadilan atas penetapan kliennya kembali sebagai tersangka. Pengajuannya rencananya akan dilakukan pekan depan.

Pihak Novanto memilih mendahulukan langkah pidana dengan melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik KPK ke Bareskrim Polri.

Pelaporan tersebut dilakukan tak lama setelah lembaga antirasuah itu menetapkan lagi Novanto sebagai tersangka.

Terlapor dari laporan ini, yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dan penyidik KPK A. Damanik.

Alasan melaporkan para pihak ini di antaranya karena mereka yang menandatangi surat perintah penyidikan (sprindik), surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan yang mengumumkan Novanto sebagai tersangka.

Menurut dia, KPK harusnya menghentikan penyidikan atas Novanto pada kasus e-KTP. Ia mengklaim mengacu pada putusan praperadilan, yang meminta agar KPK menghentikan penyidikan kliennya sebagaimana yang terdapat pada sprindik nomor 56/01/07/2017.

"Dalam putusan praperadilan nomor 3, yang menyatakan, memerintahkan, ingat memerintahkan, termohon dalam hal ini KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Pak SN, sebagaimana sprindik nomor 56," kata Fredrich.

Para terlapor, menurut dia, telah menghina putusan praperadilan dengan menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka.

Dua pimpinan dan dua penyidik KPK itu dilaporkan atas dugaan tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam jabatan, sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 414 jo Pasal 421 KUHP.

"Dimana 414 itu barangsiapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421 barangsiapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan," ujar Fredrich.

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/11/09561261/setya-novanto-jadi-pasien-baru-kpk

Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke