Fredrich menilai, pemeriksaan kliennya yang berstatus anggota DPR harus seizin Presiden bila mengacu pada Undang-Undang MD3. Ia mengatakan, alasan itu diberikan olehnya sebagai saran kepada Novanto, dan lantas diterima oleh kliennya.
"Banyak teman-teman tanya saya. 'Loh Pak, kenapa enggak dari dulu-dulu kok enggak pakai gitu, Pak?' Loh sekarang saya tanya, dulu itu pengacaranya sopo?" kata Fredrich, saat ditemui di kantornya, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).
"Begitu kan, siapa pengacaranya waktu itu? Bukan saya kan? Ya sudah jawabannya cukup itu dong," ujar dia.
Fredrich mengklaim bahwa dirinya lebih jeli dan teliti dalam melihat amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 224 Ayat 5 dan Pasal 245 Ayat 1 Undang-Undang MD3, dibanding kuasa hukum Novanto sebelumnya.
"Kenapa tanya saya lagi? Ya enggak usah heran lah. Setiap orang kan punya kelebihan masing-masing, kan begitu, kan. Saya tidak pernah mengatakan saya hebat tapi saya jeli, saya teliti," ucap dia.
Novanto yang juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar kembali tak menghadiri pemeriksaan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (6/11/2017).
Sedianya, kemarin Novanto dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi tersangka proyek pengadaan e-KTP Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Ia beralasan sebagai anggota DPR pemanggilannya oleh KPK butuh izin dari Presiden sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Sebelumnya, saat berstatus tersangka dalam proyek pengadaan e-KTP, ia tak hadir dalam pemeriksaan karena sakit.
Akan tetapi, pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Ketua DPR RI Setya Novanto melakukan blunder.
Sebab, pada Pasal 245 Ayat (3) Huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.
"Korupsi adalah tindak pidana khusus bahkan dilabeli sebagai extraordinary crime. Jadi tidak ada alasan bagi Ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK," kata Refly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Ia menilai, pihak Novanto kurang cermat karena hanya melihat satu ayat pada pasal tersebut.
"Saya kira sangat blunder dan menurut saya staf-stafnya tidak membaca ini secara cermat," ujar Refly.
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/20110831/mengapa-novanto-baru-beralasan-pemeriksaannya-harus-seizin-presiden