Salin Artikel

Dokumen AS soal Tragedi 1965 Perkuat Putusan Hakim IPT 1965

Hal itu diungkapkan, Re­search and Data Collection IPT 1965, Sri Lestari Wahyuningrum di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Jumat (201/10/2017).

"Dokumen itu bagian yang sangat dipertimbangkan hakim ketika memutuskan keterlibatan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dalam genosida di Indonesia," kata Ayu sapaan Sri Lestari Wahyuningrum.

Meski demikian, kata Ayu, 30.000 halaman dokumen itu membuktikan dan memperkuat keputusan final majelis IPT kasus 1965 yang menyebut ada 10 tindakan kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965.

Dari keputusan tersebut, majelis hakim menyatakan Indonesia bersalah dan harus bertanggung jawab atas kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

"Ini justru meneguhkan dan menguatkan putusan hakim IPT 1965," kata Ayu.

Karena itu, ia pun mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melakukan penyelidikan lanjutan atau penyelidikan ulang atas kejahatan kemanusiaan dan genosida dengan adanya dokumen tersebut.

Bahkan, kata Ayu, ini termasuk pada kasus-kasus kejahatan serius lainnya seperti penghilangan paksa 1997-1998 atau kerusuhan Mei 1998.

"Sampai saat ini pelaku kejahatan 1965 melakukan persekusi kepada yang dituduh komunis. Polanya berulang terus. Di Aceh, Papua, Timor Leste, Talangsari, Tanjung Priok lainya inventornya pelaku 1965," kata dia.

Tak hanya itu, Ayu menyatakan, Pemerintah Indonesia juga harus mengambil langkah nyata sebagai bagian dari penyelesaian berkeadilan bagi hak-hak korban 1965 baik secara yudisial dan non-yudisial dengan membentuk Komite Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Klarifikasi Sejarah.

"Historical justice penting dalam tahap ini. Sebab tanpa itu tidak mungkin ada proses lanjutan lainnya karena itu basis fakta empirik yang kami ingin jalankan," kata dia.

Terakhir, Ayu berharap masyarakat internasional mendukung tugas pelapor khusus PBB untuk pemajuan hak-hak korban atas kebenaran, keadilan, reparasi dan jaminan tidak terulangnya kekuatan serius di masa lampau.

"Pemerintah pun juga harus ambil langkah nyata mengakhiri impunitas dan mewujudkan empat pilar hak-hak korban tersebut di masa kini dan mendatang," tutur Ayu.

39 dokumen

Dilansir dari BBC Indonesia, sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika. Dokumen menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat terkait pembunuhan massal pasca-1965.

Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Isinya antara lain seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.

Data dan fakta ini dinilai menguak sebagian tabir yang selama ini masih tertutup rapat dalam sejarah Indonesia. Selama ini, negara, terutama Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau mengkaji ulang sejarah kelam tragedi 1965.

Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang terkait pembunuhan para jenderal dan upaya pengambil alihan kekuasaan pada 30 September 1965.

Para anggota dan simpatisan PKI itu "kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September," tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia pada 20 November 1965.

Pemerintah hati-hati

Pemerintah Indonesia sendiri tidak akan bertindak gegabah atas pengungkapan dokumen tersebut di AS.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Indonesia tidak bisa begitu saja mempercayai dokumen yang dari negara lain. Karena itu, Indonesia akan bertindak hati-hati.

"Begini, di Amerika, jangankan orang, presidennya saja dibunuh. Itulah, jadi yang penting kita hati-hati begitu," kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Ryamizard mengacu pada pembunuhan Presiden ke-35 Amerika Serikat John F Kennedy pada November 1963. Namun, sepanjang sejarahnya, ada empat Presiden AS yang tewas dibunuh. Selain Kennedy, ada Abraham Lincoln (Presiden ke-16), James A. Garfield (Presiden ke-20), dan William McKinley (Presiden ke-25).

(Baca: Soal Dokumen AS Terkait Tragedi 1965, Pemerintah Tanggapi Hati-hati)

Menurut Ryamizard, Indonesia dan Amerika Serikat selama ini memiliki hubungan yang baik. Ia juga berteman baik dengan Menteri Pertahanan AS Robert Gates.

Ryamizard mengatakan, dia akan berkomunikasi dengan Menteri Gates terkait dokumen peristiwa 1965 itu.

https://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/22555631/dokumen-as-soal-tragedi-1965-perkuat-putusan-hakim-ipt-1965

Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke