Dalam rapat itu, Prasetyo menyebut sebaiknya fungsi penuntutan kembali ke kejaksaan.
Selain itu, Prasetyo menilai, operasi tangkap tangan oleh penegak hukum kerap membuat gaduh, meski tanpa menyebut instansi yang dimaksud.
"Tidak pernah terucap oleh Jaksa Agung bahwa dia meminta penuntutan dari KPK. Tidak ada sedikitpun wacana untukk melemahkan penegak hukum lain," ujar Rum, di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Baca: Jaksa Agung, Pelemahan KPK, dan Daftar Silang Pendapat di Pemerintahan Jokowi
Rum mengatakan, saat itu Prasetyo hanya menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi III.
Jaksa Agung bercerita saat dirinya kunjungan kerja ke Malaysia dan Singapura untuk melihat proses oenegakan hukum di dua negara tersebut.
Menurut Prasetyo, penegakan hukum di kedua negara itu berjalan efektif karena fungsi penuntutan dan penyidikannya terpisah.
Namun, kata Rum, jawaban tersebut diartikan lain oleh sejumlah pihak.
"Itu dimaknai sementara pihak yang berseberangan, ingin melemahkan KPK. Justru aparat penegak hukum ini saling bersinergi, saling menghormati, saling mendukung. Tidak ada yang saling melemahkan," kata Rum.
Sesama penegak hukum, kata dia, tak punya kewenangan untuk melemahkan institusi lain.
"Bukan berarti mau ambil (kewenangan), minta ke Komisi IIII. Tidak," kata Rum.
"Sementara orang memaknai lain. Kami menceritakan kinerja kami. Kalau memang yang tadi diceritakan, sistem hukumnya beda dengan kita," lanjut dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menilai, praktik pemberantasan korupsi melalui OTT kerap menimbulkan kegaduhan. Menurut dia, OTT tak mampu meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
"Penindakan kasus korupsi dengan melakukan operasi tangkap tangan yang dilaksanakan di negara kita yang terasa gaduh dan ingar-bingar namun IPK indonesia dalam beberapa tahun ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan," kata Prasetyo.
Prasetyo menilai, seharusnya pemberantasan korupsi dilakukan melalui penegakan hukum yang berbasis pencegahan seperti Singapura dan Malaysia.
Ia juga menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi dikembalikan kepada korps Adhyaksa.
Prasetyo mencontohkan, pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura. Meski kedua negara itu memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.
Menurut dia, model pemberantasan korupsi seperti itu justru lebih efektif daripada yang berjalan di Indonesia.
Hal tersebut, terlihat melalui IPK Malaysia dan Singapura yang lebih tinggi ketimbang Indonesia.
Saat ini, IPK Malaysia sebesar 49 dan menempati peringkat 55 dari 176 negara dan Singapura dengan survey sama memiliki IPK sebesar 84 dan menduduki peringkat 7.
Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/13/15482331/kejaksaan-sebut-pernyataan-jaksa-agung-tak-bermaksud-lemahkan-kpk