Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Formappi: Sulit Menganggap Serius Ancaman Penyanderaan Anggaran KPK

Kompas.com - 21/06/2017, 09:47 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menuturkan keputusan atau kebijakan DPR tak bisa hanya mempertimbangkan kepentingan anggota maupun partai politik. 

Kebijakan legislator sudah semestinya mencerminkan beragam aspirasi publik. 

Lucius menanggapi pernyataan anggota Panitia khusus (Pansus) angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mukhamad Misbakhun yang mengusulkan agar anggaran Polri dan KPK ditahan setelah dua institusi tersebut menolak membawa Miryam S Haryani ke sidang Pansus angket KPK.

(Baca: "Usul Penahanan Anggaran KPK Kepentingan Siapa? Publik atau Pribadi?")

"Tidak tepat jika DPR merespons sikap KPK dan Polri dengan melancarkan jurus intimidasi atau ancaman," kata Lucius saat dihubungi, Selasa (19/6/2017).

Di samping itu, kata Lucius, tugas pokok Kepolisian dan KPK menyangkut pelayanan publik. Merecoki anggaran untuk kedua lembaga tersebut, lanjut Lucius, artinya sama dengan mengganggu pelayanan masyarakat. 

Hal itu akan bertentangan dengan hakikat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. DPR seharusnya memastikan pelayanan masyarakat tak terhambat kepentingan apapun.

"Jika anggaran diboikot artinya DPR justru melecehkan rakyat yang mereka wakili dengan membiarkan Polri dan KPK tidak bekerja maksimal karena ketiadaan anggaran," tuturnya.

Selain itu, pembahasan anggaran juga melalui kesepakatan antara Pemerintah dan DPR. Keduanya dianggap memiliki ruang yang setara dalam pembahasan anggaran.

APBN tak bisa disetujui tanpa persetujuan dan Pemerintah.

Dan anggaran KPK dan Polri adalah tanggung jawa pemerintah. Untuk itu, pemerinta bisa membahas anggaran tersebut bersama DPR sampai ada solusi memuaskan untuk selanjutnya menjadi dasar pengambilan keputusan terkait APBN.

"Saya kira secara prosedural sulit sekali untuk menganggap serius ancaman DPR untuk memboikot anggaran lembaga karena bagaimana pun peran Pemerintah dalam pembahasan juga setara dengan DPR," ucap Lucius.

Anggota panitia khusus (pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mukhamad Misbakhun sebelumnya mengusulkan penahanan anggaran Kepolisian dan KPK untuk 2018 jika tak mematuhi perintah undang-undang untuk membantu kerja pansus dalam menghadirkan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.

Menurut Misbakhun, aturan mengenai pemanggilan paksa telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

(Baca: Kapolri Sebut Penyanderaan Anggaran Polri Berdampak Luas)

Adapun Ketua Badan Anggaran DPR Aziz Syamsuddin menyampaikan, Banggar memang memiliki kewenangan menyetujui atau tidak terhadap penggunaan alokasi anggaran kementerian dan lembaga bersama dengan Menteri Keuangan.

Namun, pihaknya belum menerima usulan tersebut. Politisi Golkar itu menambahkan, sedianya DPR tak bisa hanya menolak pengajuan anggaran satu atau dua kementerian dan lembaga.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus Hak Angket Taufiqulhadi mengatakan, usulan tersebut masih bersifat perorangan.

Ia enggan berkomentar lebih jauh melainkan akan melihat perkembangannya terlebih dahulu.

Kompas TV Pansus angket KPK langsung menggelar pembahasan kerja, setelah kemarin (7/6) resmi terbentuk.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com