Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengeluaran Masyarakat untuk Kesehatan Masih Tinggi Meski Ada BPJS

Kompas.com - 23/05/2017, 17:41 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Riset Prakarsa tahun 2017 menunjukkan, sebesar 75,16 persen responden peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta mandiri kelas 3 masih terbebani biaya out of pocket untuk pembelian obat dengan nominal terbesar mencapai Rp 2 juta.

Menurut definisi O’Donnell, out of pocket adalah jika seorang yang miskin--bukan karena kesalahan mereka sendiri--dipaksa untuk menghabiskan sejumlah besar pendapatannya yang terbatas untuk membiayai perawatan kesehatan.

Sehingga, Si Miskin itu tadi mungkin saja berakhir dengan tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk memberi makan dan tempat tinggal.

Peneliti sekaligus Program Manager Prakarsa Maria Lauranti menambahkan, terkait dengan obat, persoalan lain yang dihadapi responden adalah ketersediaan obat.

"Sebesar 41 persen responden mendapatkan obat terlalu berbelit dan prosesnya lama," kata Maria dalam paparan riset Prakarsa di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Sementara itu biaya lain yang terpaksa harus dikeluarkan (out of pocket) adalah biaya untuk transportasi. Biaya transportasi menjadi lebih besar salah satunya karena jarak menuju fasilitas kesehatan.

Maria menuturkan, peserta JKN penerima PBI dan peserta mandiri kelas 3 masih terbebani ongkos transportasi, bahkan untuk mengakses Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), apalagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL).

"Ongkos maksimum untuk FKTP mencapai Rp 150.000, sementara untuk FKTL mencapai Rp 800.000. Hal ini sangat mempengaruhi aksesibilitas peserta JKN," ucap Maria.

Adanya program JKN yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang membantu masyarakat yang selama ini tidak mampu mengakses layanan atau fasilitas kesehatan.

Namun, dalam pelaksanaan program ini masih ada biaya out of pocket. Maria mengatakan, responden riset yang ditemui pun mempunyai cara-cara untuk menghadapi biaya-biaya tambahan ini.

Dia menyebut bahwa sebesar 50,5 persen responden memilih berutang untuk menutup biaya tambahan. Sedangkan, sebanyak 18 persen responden mengaku memilih menggunakan tabungan keluarga.

"Sebagian kecil bahkan menutup biaya tersebut dengan cara menggunakan bantuan pemerintah lainnya yang diterima keluarga, seperti dana PKH, BOS dan lainnya," ucap Maria.

(Baca juga: BPJS Kesehatan Klaim Penunggak Iuran Semakin Menurun)

Hal itu sangat disayangkan, karena berarti ada indikasi program bantuan lain tidak digunakan secara efektif manakala rumah tangga bersangkutan dihadapkan dengan masalah kesehatan.

Dia menambahkan, secara makro, hal itu akan berdampak pada pencapaian nasional pada program lain yang tengah digalakkan pemerintah.

"Data lain yang cukup memprihatinkan adalah sebesar dua persen responden memilih untuk tidak membeli obat atau alat kesehatan yang diperlukan untuk proses pemulihan kesehatan pasien," ujar Maria.

Kompas TV Mengenal BPJS Lebih Dalam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com