Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arus Balik Kebinekaan

Kompas.com - 17/05/2017, 17:39 WIB

Oleh: Asep Salahudin

Dalam sebuah dramanya, ”Pintu Tertutup (Huis Clos), Sartre menahbiskan ”Neraka adalah orang lain”, L’enfer c’est les autres.

Ungkapan ini dalam konteks keindonesiaan akhir-akhir ini menarik untuk direnungkan betapa sesungguhnya akar kekerasan dan konflik itu secara hakiki berangkat dari sebuah pandangan artifisial ketika menempatkan orang lain di luar dirinya sebagai ”neraka” sehingga kemungkinan menghadirkan tampilnya keadaban hidup menjadi kecil. Layaknya penghuni ”neraka”, maka stigma yang pantas disematkan adalah kafir, munafik, bidah, sesat, dan gambaran menyeramkan lain.

L’enfer c’est les autres sebagai bentuk gelap relasi sosial karena yang berkecamuk dalam isi kepala adalah pembayangan bahwa kepentingan diri dan kelompok jauh lebih penting di atas kepentingan lain, kepentingan partisan mengalahkan kebersamaan. Orang lain dalam pemahamannya bukanlah subyek yang harus mendapatkan pemuliaan sebagaimana mestinya, tetapi tak lebih obyek yang wajib selamanya dicurigai dan atau dieksploitasi habisan-habisan untuk menghamba terhadap kepentingannya.

Di tikungan ini, sesungguhnya politik mobilisasi bergerak. Orang lain tak lebihhanya kerumunan massa anonim dan impersonal yang harus dikendalikan untuk melayani nafsu kepentingannya. Kepentingan itu bisa bersifat atas nama keagamaan atau politik atau politik berjubahkan agama. Yang terakhir biasanya yang paling mudah diterapkan karena isu agama yang paling gampang menggerakkan massa, apalagi di negara dengan tingkat melek aksara dan politik yang sangat minim.

Maka, bisa dipahami seandainya sosiolog Ibnu Rusydi sampai pada kesimpulan bahwa dalam kerumunan massa yang dominan bukan kerja nalar, tetapi emosi; bukan argumentasi yang berjalan, tetapi sentimentalisme kejiwaan yang melayang-layang tak karuan; bukan akal budi, tetapi akal bulus. Individu yang larut dalam kejamaahan biasanya lepas dari otonomi dirinya dan yang tersisa adalah sebuahgambaran tak ubahnya karnaval bebek yang digiring tuannya dengan langkah dan suara yang seragam, patuh, pasif, dan nyaris tanpa inisiatif.

Apa yang disampaikan tuannya pasti benar dan harus selalu benar. Perilaku tuannya, walaupun keliru, dicarikan alasan pembenarannya karena sejak awal sudah diyakini suci dan keturunan orang-orang suci.

Kehadiran bersama

Tentu saja dalam konteks keindonesiaan yang heterogen yang diperlukan bukan pandangan politik-keagamaan yang partisan dan selalu menatap ”lian” sebagai neraka, tetapi justru kebalikannya. Orang lain adalah surga. Indonesia dikatakan Indonesia karena keragamannya yang tak tepermanai. Karena ada Sunda, Minang,Jawa, Makassar, Batak, Bali, dan lain sebagainya yang sudah bersepakat mengikatkan diri dalamNKRI lengkap dengan budaya, bahasa, dan kepercayaannya yang berbeda.

Kesempatan perjumpaan dengan liyan adalah momen-momen berharga untuk semakin mendewasakan kedirian kita. Prinsipyang harus dikedepankan adalah peneguhan bahwa liyan merupakan jembatan untuk mencapai transendensi. Atau dalam istilah Marcel, kehadiran orang lainsebagai ”ada” yang wajib dan tak terelakkan agar kita bisa mencapai wujud eksistensi paling hakiki. Relasi dengan liyanselalu mengandung arti ”ada bersama”, esse est co esse.

Seseorang bisa mengenal dirinya tidak dengan cara menafikan liyan, apalagi membuat orang lain tak berdaya karena keterampilan kita berbohong, kecermatan berdusta, ngomong berbusa-busa lewat toa,dan memanipulasi fakta dan menyelewengkan tafsir agama, tetapi justrupengenalan diri itu harus dilakukan lewat kesediaan membuka terhadap kehadiran yang lain. Diri yang otentik itudiletakkan dalam makam sikap perlakuan baikterhadap yang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan orang lain dengan baik, jujur, dan penuh penghormatan.

Ziarah diri dalam menuju kebersamaan luhur dan persekutuan jujur ini tentu saja mensyaratkan terpenuhinya tiga imperatif dari sikap zuhud. Pertama, kesediaan melepaskan egosentrisme. Kedua,menanggalkan watak-watak merasa benar sendiriKetiga, kesanggupan untuk tidak pernah memonopoli kebenaran. Atau, dalam istilah Marcel sebagaimana dikutip Mathias Haryadi(1994), hubungan antarpribadi yang otentik seperti itu mengandaikanterlibatnya cinta yang bisamenyatukan ”aku-engkau” menjadi kita.

Cinta yang menandai hubungan intersubyektif itutampil secara nyata dalam sikap batinberupa:pertama, kerelaan untuk terbuka (disponibilite); kedua, kesediaan untuk terlibat (l’engagement), dan ketiga, kesetiaan untuk selalu memperbarui hubungan itu (fidelite creatrice).

”...Jika orang lain tidak ada, maka aku pun tidak ada lagi. Aku tidak dapat bereksistensi kalau orang lain juga tidakbisa demikian. Kesempatan-kesempatan dan pertemuan dengan orang lain bukanlah merupakan fakta yang kontingen—jadi yang bersifat ada dan boleh tidak ada—melainkan fakta yang inheren pada cara kita bereksistensi, yaitu berada di dunia, hidup di dunia”

Jangkar utama

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com