JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih melakukan penyidikan kasus suap yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Penyidikan masih berjalan saat ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Penyidik KPK, lanjut Febri, masih mempelajari dokumen hasil penggeledahan sebelumnya. Menurut Febri, KPK perlu waktu untuk menelaah dokumen yang didapat dari hasil penggeledahan.
"Cukup banyak dokumen yang harus dipelajari, terutama dokumen-dokumen hukum, hubungan kontrak jual, yang tidak hanya bahasa Indonesia tentunya, ada bahasa yang lain," ujar Febri.
Selain perlu waktu, perlu kehati-hatian juga dalam memeriksa dokumen terkait kasus ini.
(Baca: Emirsyah Bantah Terima Suap Berupa Aset 2 Juta Dollar AS di Singapura)
"Ketika proses analisis selesai dan ada dokumen yang perlu diklarifikasi lebih lanjut, maka ada pemeriksaan saksi-saksi," ujar Febri.
Saat disinggung apakah dari pemeriksaan dokumen ada pihak lain lagi yang terlibat, Febri menyatakan saat ini KPK masih mendalami pemeriksaan pada dua tersangka.
Selain Emirsyah Satar, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. Soetikno yang merupakan beneficial owner Connaught International Pte Ltd, diduga bertindak sebagai perantara suap.
"Yang sedang dicari bukti indikasi dari dua tersangka yang sedang diproses dan apa saja hal lain di lingkaran tersebut," ujar Febri.
(Baca: Harta Emirsyah Satar pada 2013 Mencapai Rp 48,7 Miliar)
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset yang nilainya diduga lebih dari 4 juta dollar AS, atau setara dengan Rp 52 miliar dari perusahaan asal Inggris Rolls-Royce.
Selain Emir, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. Soetikno yang merupakan beneficial owner Connaught International Pte Ltd, diduga bertindak sebagai perantara suap.
KPK menduga suap tersebut terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014.
Uang dan aset yang diberikan kepada Emir diduga diberikan Rolls-Royce agar perusahaan asal Inggris tersebut menjadi penyedia mesin bagi maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia.