Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK Ingatkan Kerugian Korban Terorisme Jadi Tanggungan Negara

Kompas.com - 08/05/2017, 12:01 WIB
Estu Suryowati,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memperbaharui nota kesepahaman atau mutual of understanding (MoU) dalam hal kerja sama perlindungan saksi dan korban berbagai tindak kejahatan.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menyampaikan, ada beberapa tambahan kerja sama dalam nota kesepahaman yang baru.

Salah satunya, penghitungan kerugian dari para korban terosisme dilakukan sejak proses penyidikan.

"Pak Kapolri mengatakan nanti akan disampaikan kepada pimpinan-pimpinan, khususnya Kabareskrim, nanti akan menyampaikan kepada Densus, dalam proses penyidikan itu untuk memperhatikan kerugian oleh korban. Sehingga pada saat korban akan mengajukan kompensasi, tidak ada hambatan untuk hal tersebut," kata Abdul usai pertemuan internal di Mabes Polri, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Dia menyinggung dua kasus terorisme di Thamrin dan Samarinda. Kerugian para korban dari dua kasus itu sebenarnya sudah dihitung.

Namun, menurut Abdul, sejauh ini, penghitungan kerugian korban terorisme belum dilakukan secara sistematis.

Padahal, dia mengingatkan, kompensasi kepada korban terorisme itu sudah diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang.

"Di sana dikatakan bahwa korban berhak mendapatkan kompensasi dari negara. Bagaimana menghitungnya? Kita biasanya bukan hanya menghitung kerugian nyata yang dialami korban pada saat peristiwa terjadi. Tetapi juga potensi kerugian yang diderita korban karena dia menjadi korban," kata Abdul.

Misalnya, Adbul mencontohkan, seseorang karena menjadi korban terorisme lantas menjadi kehilangan mata pencaharian.

Apabila dia kehilangan pendapatannya itu, maka hal tersebut dihitung sebagai kerugian.

"Sehingga bukan hanya biaya pengobatan, bukan hanya properti dia yang rusak, tetapi juga potential loss, atau kerugian korban untuk masa yang akan datang," kata Abdul.

Menurut dia, parameter dari potensi kerugian di masa yang akan datang, seperti kehilangan mata pencahariaan, sangat jelas.

Ini berbeda dari kerugian immateriil yang tidak terukur, seperti perasaan sakit atau perasaan kurang menyenangkan.

Adapun pihak yang bertanggungjawab memberikan kompensasi sesuai ketentuan perundang-undangan ialah negara.

"Dari negara, harusnya di Kemenkeu. Tetapi itu harus diputuskan oleh pengadilan. Jadi kami berharap bahwa dalam proses penyidikan sejak awal itu korban sudah didata kerugiannya," imbuh Abdul.

Sebagai informasi, ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi telah diatur dalam Bab VI UU Nomor 15 Tahun 2003.

Pasal 36 ayat (2) beleid tersebut menyebutkan, kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1) pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

Sementara itu, Pasal 38 ayat (1) berbunyi pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com