Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Setuju Rekaman Pemeriksaan Miryam Dibuka KPK, tetapi...

Kompas.com - 05/05/2017, 18:02 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani merupakan tindakan tidak tepat.

Miryam merupakan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura, yang kini menjadi tersangka karena memberi keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Sebagaimana Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Donal menyebutkan, informasi dalam penyelidikan dan penyidikan adalah informasi yang dikecualikan, alias info yang ditutup.

Oleh karena itu, rekaman pemeriksaan terhadap Miryam memang tidak boleh dibuka sementara ini. Menurut Donal, ada situasi tertentu yang membolehkan rekaman itu dibuka.

"Kalau dibuka saya setuju, tapi di pengadilan," kata Donal dalam diskusi di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (5/5/2017).

(Baca juga: KPK Tak Akan Buka Rekaman Pemeriksaan Miryam kepada DPR, Kecuali...)

Donal melanjutkan, jika DPR beralasan bahwa kasus e-KTP sudah bergulir di pengadilan, maka itu pendapat yang tidak tepat.

"Yang sudah disidang adalah Dirjen Dukcapil. Prosesnya adalah kasus suap (e-KTP)," kata Donal Fariz.

Sementara Miryam, lanjut Donal, terkait dengan upaya menghalangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam persidangan dengan memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 21 dan 22 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Prosesnya masih proses penyidikan karena belum dilimpahkan ke pengadilan," kata Donal.

Kompas TV Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyayangkan proses pengambilan putusan hak angket yang dipimpin Fahri Hamzah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com