JAKARTA, KOMPAS.com - Penunjukan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD RI dinilai inkonstitusional. Begitu pula dengan penunjukan dua wakilnya, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
Salah satunya karena telah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Tata Tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mengatur soal masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Atas putusan tersebut, Anggota DPD RI dari Kepulauan Riau, Djasarmen Purba menilai Tatib yang berlaku adalah Tatib 1/2014.
Adapun Djasarmen merupakan salah satu Pemohon uji materi tatib tersebut ke MA.
"Artinya, isi tatib itu antara lain masa jabatan pimpinan DPD sesuai masa jabatan anggota," kata Djasarmen di ruangannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2017).
(Baca: Keluarkan Maklumat, GKR Hemas Anggap Pimpinan DPD Baru Tidak Sah)
Kedua, kata dia, peraturan tidak boleh retroaktif atau berlaku surut. Oleh karena itu, kocok ulang pimpinan menurutnya tak didibenarkan. Apalagi, jika MA pada akhirnya melantik tiga pimpinan yang terpilih Selasa dini hari.
Selain itu, pada paripurna Senin (3/4/2017) kemarin, Wakil Ketua DPD GKR Hemas telah mengetuk palu tanda penutupan sidang berakhir. Sedangkan pemilihan tiga pimpinan dilakukan pada Selasa dini hari. Hal itu, menurutnya, melanggar tata tertib DPD.
(Baca: Tak Ada Undangan Pelantikan Pimpinan, Anggota DPD Tetap Hadiri Ruang Sidang)
"Sidang telah ditutup dan pukul palu. Seandainya ada sidang berikutnya, sesuai tatib harus dilihat daftar hadir ulang, harus ditetapkan oleh panmus, harus ada undangan. Ini ketiganya tidak diikuti, tidak dipatuhi,"tuturnya.
Selain itu, peserta sidang yang hadir tidak mencapai kuorum, yakni 50 persen + 1 dari total 132 anggota DPD. Saat dibacakan dalam sidang, Selasa dini hari, jumlah anggota yang hadir 62 orang.
"Dari sisi tata tertib kuorum, kuorum itu 67. Kalau tidak kuorum, sesuai tata tertib tidak sah," kata Djasarmen.