Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jansen Sitindaon
Ketua DPP Partai Demokrat

Ketua DPP Partai Demokrat. Dewan Pakar Jaringan Nusantata. Praktisi di bidang hukum. Menulis isu-isu hukum dan politik aktual.

Opera Sabun: Balada Rusaknya Mobil Sang Presiden...

Kompas.com - 22/03/2017, 12:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Mengapa saya katakan opera dan ada sabunnya lagi. Jadi "berbuih-buih". Bukankah "fiksi" kalau mobil seorang presiden rusak? Mobil seorang Presiden mogok.

Kalau kemudian betul-betul mogok? Ya, tetap fiksi. Manalah mungkin ada orang percaya kalau mobil seorang presiden mogok. Itu sama saja dengan cerita presiden kelaparan atau presiden tidurnya kepanasan karena AC-nya rusak.

Adakah yang percaya? Kalau ada yang percaya, berarti pengelolaan negara ini telah rusak.

Bukankah "rusak" namanya, kalau benda mati seperti mobil yang gampang ngurusnya saja tidak bisa diurus? Terus bagaimana dong nasib kita, "manusia hidup", yang tinggal di Indonesia ini? Yang ngurusnya jelas lebih sulit dibanding sekadar mobil yang benda mati.

Untuk itulah, saya sengaja memaksa diri untuk tidak percaya hal tersebut. Apalagi mogoknya mobil presiden ini terlalu sering. Dari ban kempes ketika ke Hambalang, Bogor, lah, mogok ketika di Ponorogo menuju Magetan, yang terbaru mesin rusak ketika di Mempawah, Kalimantan Barat.

Saya anggap itu fiksi! Karena, kalau saya percaya, berarti kita telah merendahkan Presiden Jokowi sendiri. Ngurus mobil saja dia tidak mampu, apalagi ngurus bangsa yang besar ini, di mana begitu banyak manusia hidup di dalamnya. Yang berdasarkan konstitusi, dialah yang bertanggung jawab untuk mengurusnya.

Menurut saya, dari sisi mana pun, rusak atau mogoknya mobil Presiden ini harusnya tidak diberitakan, apalagi secara massif dan luas. Ditambahi suara dari juru bicara dan rumah tangga kepresiden lagi, selain akan menunjukkan ngurus mobil saja presiden tidak mampu.

Padahal, anggaran lembaga kepresidenan tiap tahunnya triliunan rupiah. Sehingga, sebenarnya kalau sekadar "uang" untuk ganti oli, servis mesin, dan ganti ban rutin ada dan tersedia untuk itu.

Diberitakannya hal sejenis ini juga akan mengancam keselamatan presiden sendiri karena menunjukkan kepada masyarakat luas, yang pasti ada saja yang tidak suka dengannya, bahwa keamanan presiden lemah dan gampang diserang.

Apakah Presiden sengaja menunjukkan "kelemahannya" ini? Kalau ya, apa alasannya?

Tentu itulah pertanyaan yang kemudian timbul. Karena, jangankan presiden, kita saja yang bukan "siapa-siapa" ini menjaga betul agar kelemahan kita tidak diketahui publik. Apalagi presiden, yang seharusnya wajib terlihat kuat, tangguh, dan sehat di hadapan rakyatnya.

Untuk itulah, negara telah menyiapkan segalanya untuk dia. Mulai dari dokter presiden, pengawal presiden, pesawat presiden, dan pasti juga "montir presiden". Atau, ada bengkel khusus untuk merawat mobil-mobil kepresidenan.

Adakah Presiden sedang mencari simpati dan dukungan dari masyarakat untuk diizinkan membeli mobil baru? Dan, jalannya adalah dengan mempertontonkan rusak dan mogoknya mobilnya ini?

Kental terasa ini yang akan terjadi. Presiden sedang membangun narasi keabsahan bahwa pembelian mobil ini sekarang sebuah keharusan.

Dia sedang menyiapkan "tameng" agar tidak dicemooh rakyat ketika nantinya betul membeli mobil baru di tengah ekonomi susah ini.

Presiden sedang memainkan "akal bulus" politik. Di satu sisi mempertontonkan mobil rusak, di sisi lain menterinya berencana mengadakan mobil baru. Namun, Presiden terus menolak pengadaan mobil tersebut. Namun ujungnya, mari kita bertaruh, akan datang mobil baru.

Saya pribadi sih senang Presiden Jokowi akan membeli mobil baru dan bahkan sangat menunggu momen ini. Alasannya, saya ingin melihat Presiden Jokowi menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan dinasnya.

Esemka, sebuah mobil yang sangat identik dengan dirinya. Sebuah mobil yang tidak bisa lepas dari namanya. Sebuah mobil yang saling "bersimbiosis mutualisme" dengan dirinya.

Karena Jokowi, mobil Esemka menjadi sangat terkenal. Bagi Jokowi, karena Esemka namanya ikut "terkerek" naik di hadapan publik dan berkontribusi mengantarkannya (dulu) ke kursi DKI 1.

Ketika Jokowi saat ini telah menjadi Presiden, nama Esemka tidak bisa lepas dari Jokowi. Kalau ketika menjadi Wali Kota Solo dulu, dia berani menjadikan Esemka menjadi mobil dinas, mengapa saat ini tidak? Toh ratusan Paspampres di setiap kegiatan dan kesempatan akan selalu setia mengawal dirinya selaku Presiden.

Inilah kesempatan Jokowi untuk membuktikan bahwa Esemka adalah mobil karya anak bangsa yang sangat monumental dan harus didukung negara seperti ucapannya dulu.

Jangan nanti mobil baru presiden diadakan, ujungnya tetap produk luar negeri kembali. Semacam Mercy S600 Guard versi terbaru atau BMW 760Li High Securiy atau berbagai tipe mobil berkeamanan tinggi lainnya produksi luar negeri.

Kalau ini terjadi, apa pun alasannya, baik karena mobil yang sekarang sering mogok atau alasan lainnya yang lebih masuk di akal, rakyat pasti akan menolak.

Esemka adalah jawabannya. Mari kita lihat keberanian Presiden Jokowi menjadikan Esemka "kebanggaannya" ini menjadi kendaraan dinasnya.

Sebagai Presiden, Jokowi sering memersepsikan diri sebagai presiden yang berani, selalu out of the box. Juga akan memprioritaskan menggunakan produk lokal buatan anak negeri dibanding asing. Akankah Esemka akan masuk garasi istana? Mari kita tunggu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com