JAKARTA, KOMPASA.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut mencermati persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menilai, potensi terjadinya intimidasi dan ancaman terhadap para saksi cukup tinggi.
Untuk itu, LPSK membuka diri jika ada pihak-pihak yang mengajukan permohonan perlindungan.
"Kami menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus e-KTP cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," kata Abdul Haris dalam keterangan tertulis, Kamis (9/3/2017).
(baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
Ia menuturkan, kasus korupsi merupakan salah satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani LPSK.
Ketentuan itu sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dengan terpenuhinya hak asasi para pelapor, saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator), dapat membantu pengungkapan dan pemberantasan kasus korupsi.
"Kami apresiasi terdakwa yang bersedia membantu penegak hukum dengan memberikan keterangan untuk membongkar keterlibatan pihak lain," ujar Semendawai.
(baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)
Dalam pembacaan dakwaan, banyak pihak yang disebut menerima dana hasil korupsi e-KTP tahun 2011-2012.
Korupsi terjadi sejak proyek itu dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, badan usaha milik negara, dan swasta.
Hingga saat ini, baru ada dua terdakwa dalam kasus tersebut, yakni mantan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.