Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Mendagri, MA Belum Bisa Beri Pendapat soal Ahok

Kompas.com - 20/02/2017, 19:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku tidak bisa mengungkapkan isi dari fatwa Mahkamah Agung (MA) soal polemik status Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Permintaan fatwa ini diajukan Kementerian Dalam Negeri merespons desakan agar pemerintah memberhentikan sementara Ahok dari jabatannya karena telah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan penodaan agama.

Tjahjo mengatakan, fatwa MA bersifat rahasia.

"MA memang punya tradisi hanya menjawab kepada yang meminta," kata Tjahjo, melalui pesan singkat, Senin (20/2/2017).

Surat permintaan fatwa itu disampaikan Tjahjo kepada MA pada Selasa (14/2/2017) lalu.

Menurut Tjahjo, MA belum bisa memberikan pendapat karena saat ini kasus Ahok masih berjalan.

"Prinsipnya, pendapat /penjelasan apapun dari MA, pasti Kemendagri menghormatinya. Pertimbangannya karena sedang ada proses pengadilan dan gugatan, jadi MA belum bisa memberikan pendapat. Itu saya sebagai Mendagri memahami sekali pendapat/pernyataan MA, jadi tidak perlu menjadu polemik," kata dia.

(Baca: MA Minta Kemendagri yang Jelaskan Isi Fatwa Terkait Status Ahok)

Sebelumnya, keputusan mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menuai protes.

Bahkan, sebagian fraksi di DPR ingin menggunakan hak angket untuk mempertanyakan keputusan Mendagri.

Menanggapi polemik itu, Kemendagri hingga saat ini belum bisa memberhentikan Ahok karena Pasal 83 UU tentang Pemda itu mengatur bahwa pemberhentian sementara dapat dilakukan jika kepala daerah tersebut dituntut hukuman pidana selama lebih dari lima tahun.

Adapun bunyi pasal tersebut, yakni, "Seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI".

(Baca: Pemuda Muhammadiyah Tunggu Realisasi Janji Jokowi soal Status Ahok)

Dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Oleh karena itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa, pasal mana yang akan digunakan.

Kompas TV Jelang putaran kedua pilkada Jakarta, jabatan Ahok sebagai gubernur dengan status terdakwa dipertanyakan. Tak sedikit pihak yang menuntut menteri dalam negeri memberhentikan sementara Ahok. Mendagri pun merasa perlu minta masukan MA dan Ombudsman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com