JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mendapatkan informasi bahwa sejumlah tas berisi puluhan senjata dan amunisi di bandara El Fasher, Sudan, merupakan barang hasil curian. Kemudian, oleh pihak tertentu, barang itu diselundupkan ke bandara tersebut.
"Konon, terakhir katanya itu adalah barang-barang yang terjadi karena pencurian yang pernah terjadi," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Boy memastikan, tas tersebut bukan dibawa oleh Formed Police Unit (FPU) ke-8 yang hendak kembali ke Indonesia usai menjalankan misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan.
Saat ini, proses investigasi masih dilakukan oleh PBB. Polisi mengirimkan tim berisi delapan hingga sembilan orang untuk menunggu proses tersebut berlangsung.
(Baca: Indonesia Minta Akses Barang Bukti Kasus Penyelundupan Senpi di Sudan)
"Sedang mengusut bagaimana bisa ada di sana. Sekarang mereka saling kerja sama untuk mencari tahu," kata Boy.
Sebelumnya, Polri menemukan kejanggalan terhadap tuduhan penyelundupan senjata yang dialamatkan ke kontingen Indonesia di Sudan. Boy mengatakan, semua barang yang masuk ke bandara sudah terlebih dahulu melewati mesin X Ray.
Namun, sejumlah tas berisi puluhan senjata dan amunisi itu sudah berada di dalam bandara. Semestinya, dari penyisiran mesin saja tas itu tidak boleh lolos ke dalam.
"Kok sudah ada barang duluan di dalam seolah disatukan dengan barang kontingen. Ini kejanggalan yang kita cari tahu apa motifnya. Apa latar belakangnya," ujar Boy.
(Baca: Ini Tiga Kejanggalan Dugaan Penyelundupan Senjata di Sudan)
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya menegaskan bahwa sepuluh tas berisi senjata tersebut bukan milik kontingen Polri.
Menurut dia, mustahil Polri menyelundupkan amunisi karena produksi dalam negeri melimpah. Indonesia punya perusahaan sendiri yang memproduksi banyak amunisi untuk pengamanan negara.